Langsung ke konten utama

TUKANG BERSIH - BERSIH



Apa yang tergambar di kepala kita saat membaca judul di atas?
Apakah orang yang sedang mengepel lantai, menyapu halaman, mengelap perabot dari debu, menyikat kamar mandi, mengangkut sampah, menyapu jalanan?
Petugas wc umumkah? Pembantu rumah tangga? Office boy? petugas kebersihan? Orang rendahan? Pekerja yang berada dalam tugas yang kurang penting? Bahkan sangat tidak penting?

Apabila kita cermati, ternyata, orang-orang besar di dunia ini adalah tukang bersih-bersih. Proklamator kita Bung Hatta adalah tukang bersih-bersih sejak muda hingga meninggalnya. Pahlawan nasional Kyai besar Hasyim Asyari menghabiskan seluruh hidupnya jadi tukang bersih-bersih. Para khalifah rasyidah adalah tukang bersih-bersih sejati. Hingga Nabi Muhammad SAW adalah pribadi yang seluruh kehidupannya total untuk bersih-bersih. Manusia-manusia besar tersebut mengabdikan hidupnya untuk membersihkan kotoran dan noda yang terdapat pada jiwa individu, masyarakat, bangsa, negara dan seluruh umat manusia. Mereka petugas kemanusiaan, pencetak sejarah dan kekasih-kekasih Tuhan sepanjang masa.


Jangan remehkan tukang bersih-bersih! Mereka bekerja bukan buat diri sendiri, tapi buat orang lain. Terlebih lagi bila mereka ikhlas mengerjakannya.

Sewaktu kita ke toilet umum di pasar / mall misalnya. Bila kita dapati toilet yang bersih, maka kita nyaman dan memuji pasar / mall tersebut. Sebetulnya pujian dan doa tersebut bukan untuk pengusaha / pemilik tempat, namun akan sampai kepada orang-orang khusus : "Tukang bersih-bersih".

Walaupun tidak banyak, ada juga pembantu rumah tangga yang ikhlas dan mereka bekerja hingga usia tua. Barangkali sangat mungkin bila amal tuannya ditimbang, tidak seberat amal pembantunya. Karena sang tuan bekerja untuk diri sendiri (dan keluarganya) sedang pembantu rumah tangga yang ikhlas bekerja untuk orang lain, di samping untuk diri sendiri dan keluarganya.


Ada seorang mubaligh yang bercerita, sewaktu beliau menjadi santri di pesantren terkemuka di Timur Tengah, beliau malah ditugaskan jadi tukang bersih-bersih di dapur, sementara teman-temannya yang lain bisa belajar, berdiskusi, menyusun risalah dsb. Ternyata, baru di sadari, pekerjaannya bersih-bersih di dapur dan kamar mandi justru membuat beliau bisa bertemu dengan guru mulianya lebih banyak daripada seluruh teman-teman yang lain. Guru mulianya sering meninjau langsung dan menyapa tukang bersih-bersih di dapur, kamar mandi dan kebun, sehingga muwajjahah dengan gurunya terasa lebih dekat, seperti anak dan ayah sendiri. Lebih luar biasa lagi, ketika beliau (tukang bersih-bersih) mampu menyelesaikan pendidikan jauh lebih cepat dibanding teman-teman yang intens dengan belajar. Sebuah kitab yang rumit bagi temannya yang lain terasa amat mudah dan ringan baginya.

Rupanya dengan menjadi tukang bersih-bersih justru menjadi "berkah" yang amat besar, ketika dikerjakan dengan ikhlas. Tanpa bisa dijelaskan, jadi tukang bersih-bersih menajamkan intuisi, akal dan jiwanya, sehingga memudahkan baginya ilmu dan hikmah.

Orang yang bekerja untuk orang lain dengan ikhlas (lebih-lebih bekerja memperbaiki dan membersihkan kerusakan / kotoran yang dibuat oleh orang banyak) sesunggunya sedang mengerjakan dan berbuat banyak hal :

1. Bekerja.
2. Menerima dan memaafkan kesalahan orang lain.
3. Membantu orang lain.
4. Menyambung tali silaturrahim.
5. Menteladani sifat-sifat Tuhan.
6. Pada saat yang sama, dia sedang membersihkan, membangun dan melatih jiwanya sehingga kualitas jiwanya meningkat dan terus meningkat.

Subhanallah...


Kira-kira menjadi apa orang yang setiap saat bekerja untuk orang lain? orang banyak? Saya kira menjadi waliyullah... Bahkan sangat banyak dijumpai, orang yang dimuliakan Allah SWT hingga kuburnya, jasadnya terjaga tidak rusak, meskipun bertahun-tahun dipeluk tanah. Sepertinya mereka orang-orang biasa. Tetapi tidak! Mereka orang yang luar biasa : orang yang bekerja untuk orang lain, untuk orang banyak. Sepele kata orang, bernilai besar di sisi Tuhan. Remeh kata manusia, amat mulia dicatat Tuhan, asalkan dikerjakan dengan ikhlas, lillahi ta'ala.




Sejalan dengan pesan Nabi SAW :

خير الناس أنفعهم للناس

...sebaik-baik manusia adalah yang paling besar manfaatnya bagi manusia lainnya (masyarakat). 
Meskipun aneh dan nyeleneh, boleh juga diusulkan kepada pemerintah, bahwa ujian untuk para pejabat, selain fit and proper test untuk menguji skill, kemampuan dan keahlian, ujilah terlebih dahulu jiwa calon pejabat. Caranya? jadi tukang bersih-bersih selama 1 tahun. Apabila terlatih dan teruji, mereka akan menjadi pejabat-pejabat berkualitas, pejabat yang ikhlas. Dan, apabila mereka tetap menjadi tukang bersih-bersih seumur hidupnya, mereka akan menjadi : Para waliyullah yang menjadi pejabat pemerintah.
Apabila yang menjadi pejabat negeri ini adalah para waliyullah, bayangkan, akan menjadi seperti apa negeri ini???

Wa ilallahi turja'ul umur...





Sumber gambar : 1CAK.COM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَر

Follower

Cari Blog Ini