Langsung ke konten utama

JIHAD, TAKUT DAN EKSTREMISME

JIHAD, TAKUT DAN EKSTREMISME





PENDAHULUAN

Tanyakan pada kawan Anda, apa gambaran jihad? apakah perang, kematian, darah?

Secara bahasa jihad berasal dari kata جهد yang berarti bersungguh-sungguh. Kata bendanya adalah الجَهْد, berarti kelelahan atau الجُهْدُ, berarti kemampuan. Lawan kata (antonim) dari kata ini adalah malas / bermalas-malasan / santai.

Sebagian orang memaknai jihad adalah upaya untuk mencapai mati syahid dengan berperang. Ini adalah penyempitan makna dan kekeliruan yang bahkan bisa membelokkan sejatinya jihad.


AGAMA ISLAM

Agama Islam adalah agama fitrah. Fitrah untuk manusia, fitrah untuk alam semesta dan isinya. Pelajarilah Al-Quran dan sosok Nabi Muhammad SAW dengan mendalam dan komprehensif, niscaya Anda akan mendapati fitrah. Lakukan secara terbalik: Pelajari manusia, hewan, tumbuhan, alam semesta serta hubungan rumit antar mereka. Niscaya Anda akan menemukan nilai-nilai umum : fitrah. 

Jadi dari manapun Anda mempelajari dan meneliti, akan bertemu dengan nilai yang sama : fitrah. Itulah agama. Sehingga bila disimpulkan, Agama Islam adalah agama yang menjaga akhlak dan adab kepada 3 hal : Tuhan, manusia dan alam semesta. Tidak berakhlak seseorang apabila ia tidak beraklaq kepada 3 hal tersebut sekaligus. Dengan kata lain, seorang muslim harus menjaga akhlaq dan adab sekaligus kepada Tuhan, manusia dan alam semesta.

Itu sebabnya dalam Islam terdapat kaidah penjagaan / penegakan hal-hal pokok :
1. hifdzud-din (menjaga agama)
2. hifdzul-hayat (menjaga hidup)
3. hIfdzul-Aql (menjaga akal)
4. hifdzun-nasab (menjaga nasab)
5. hifdzul-mal (menjaga harta)

Islam meWAJIBkan penjagaan kelima hal pokok tersebut, sehingga apa saja yang bisa MERUSAK hal-hal tersebut pasti HUKUMNYA HARAM.

Perlu digarisbawahi, bahwa kelima hal pokok tersebut bukan batasan (bukan hanya 5 hal saja yang dijaga islam), namun 5 hal tersebut pokok, sehingga yang lain-2 merupakan turunan dari 5 tersebut, juga wajib dijaga.


MAKNA JIHAD

Agama memerintahkan penjagaan pada seluruh fitrah kehidupan, dengan maksimal dan sungguh-sungguh, menggunakan seluruh upaya yang dimiliki, termasuk waktu, kemampuan, harta,  bahkan termasuk jiwanya. Upaya sungguh sungguh itulah yang dinamai JIHAD
Adapun teknik / pilihan / pelaksanaanya dilakukan dengan cara yang paling sesuai. Dalam hal ini agama memerintahkan untuk mendahulukan cara-cara yang paling baik (ihsan dan ma'ruf). Perang hanyalah salah satu di antara opsi, di samping merupakan pilihan terakhir dalam upaya penjagaan / tegaknya fitrah tersebut.

Itu sebabnya perintah perang dalam Al Qur'an menggunakan kata "udzina lakum" (telah diijikan bagi kalian). Maksudnya, sebelum seluruh syarat / kondisi yang mewajibkan perang itu terpenuhi, maka Allah SWT tidak mengijinkan (hukumnya haram). Karena dalam perang sulit menghindari terjadinya pengrusakan hal-hal pokok (fitrah) yang seharusnya dijaga. Bahkan agama islam juga menetapkan batasan dan ketentuan dalam perang, di antaranya : tidak boleh menyakiti (apalagi membunuh) anak-anak dan orang-orang tua yang tidak ikut berperang, wajib menjaga kehormatan wanita, tidak boleh merusak dan menebang pohon dan tanaman dll.

Jadi hakikat jihad sebenarnya adalah HIDUP. Jihad itu upaya untuk menegakkan kehidupan, bukan untuk mati.

(MATI) SYAHID

Syahid atau syahadah (orangnya disebut syahid, bentuk jamaknya syuhada) adalah hadiah yang diberikan oleh Allah SWT bagi seorang mukmin yang berjihad di jalan Allah. Demikian agung hadiah ini, sehingga pelakunya disebut sebagai orang yang menerima nikmat yang besar dari Allah SWT. Firman Allah dalam Q.S. Annisa 69 :


وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا (٦٩)
69. dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang (mati) syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.

Bahkan beberapa ayat dan riwayat menerangkan bahwa para syuhada dibebaskan oleh Allah SWT dari hisab di hari akhirat, langsung masuk ke dalam surga.

Ini adalah hadiah yang luar biasa, sehingga seyogyanya menjadi cita-cita setiap mukmin. Amat rugi seseorang yang tidak mengharapkan hadiah ini.

3 KELOMPOK MANUSIA TERHADAP JIHAD



Apabila kita membuat garis dan pengelompokan terhadap jihad, maka akan terbentuk 3 kelompok :
1. Orang yang berjihad di jalan Allah dan berani mengorbankan segala yang dimiliki termasuk harta dan jiwanya. Dibutuhkan keberanian dan keihlasan untuk bersedia mengorbankan apapun yang dimiliki, baik waktu, kemampuan, harta bahkan nyawa sekalipun. Merekalah kelompok orang yang insya Allah mendapatkan syahadah yang mulia.
2. Orang yang takut. Mereka orang yang tidak akan pernah mendapatkan syahadah lantaran tidak berani mengorbankan apa yang dimiliki, atau lebih mencintai itu semua dibanding berjihad di jalan Allah.
Firman Allah dalam Q.S. Attaubah 24 :


قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (٢٤)

24. Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

3. Kelompok ekstrim. Mereka memiliki pandangan keliru mengenai jihad, menganggap bahwa perang adalah satu-satunya opsi dalam jihad. Tanpa mendahulukan opsi lain yang jauh lebih baik, mereka lompat menuju perang, dengan tidak memperhatikan syarat-syaratnya. Bahkan mereka tidak memperhatikan kewajiban menjaga pokok-pokok agama (fitrah). Menganggap ringan pengrusakan dan penghilangan jiwa, harta manusia dan alam semesta. Kelompok ini dikuatirkan hanya akan mati sia-sia, bahkan bisa jadi termasuk orang-orang mufsid (perusak) yang dikecam oleh Allah SWT dan RasulNya SAW dan diancam dengan siksa neraka di akhirat kelak.

TUDUHAN KEJI ORIENTALIS

Terdapat pula tuduhan dari kelompok di luar Islam yang menyudutkan dan membuat tuduhan keji, bahwa muslimin itu ketika lemah ia berlaku lembut, namun mereka menunggu menjadi kuat. Setelah kuat mereka akan berperang menghancurkan selainnya.

Ini tuduhan yang keji dan tidak berdasar. Kami cukup berikan 2 argumen.
1. Perang pertama dalam Islam, tidak dilakukan menunggu kuat. Perang badar tejadi ketika muslimin masih lemah dan jumlahnya sangat sedikit. Dalam perang itu jumlah muslimin 300-an orang melawan lebih dari 1.000 orang. Jumlah muslimin kala itu adalah "all out" seluruh kekuatan tanpa sisa. Melawan lebih dari 3 x lipat. Pun peralatan perang yang dimiliki saat itu jauh dari memadai dibanding musuhnya dalam perang. 

2. Pada saat kekuatan kaum muslimin sangat besar dan kuat, justru Nabi SAW mengadakan perjanjian-perjanjian perdamaian dengan kelompok non muslim, dengan memperlakukan mereka sama adil dengan muslim. Seluruh tindakan baik perang / pengusiran hanya berlaku setelah terjadinya penghianatan dan pemutusan perjanjian tersebut. Dengan kata lain terjadi dalam kondisi perang. Bahkan terbukti dalam sejarah Islam, tindakan tersebut (memerangi dan pengusiran) juga diberlakukan kepada kelompok muslim sendiri, bila mereka terbukti melakukan kesalahan yang serupa.

Dalam Islam tidak ada pemaksaan masuk agama. Islam menghilangkan penghalang (barrier) yang ada dalam masyarakat supaya mereka dapat menentukan pilihan mereka secara bebas dan merdeka. Biasanya penghalang ini disebabkan oleh adanya penguasa otoriter. Inilah penghalang yang dihancurkan oleh Islam untuk menegakkan fitrah agama. Untuk menciptakan kondisi kebebasan memilih agama.

Firman Allah SWT Q.S Al Baqarah 256 :


لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٢٥٦)

256. tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.


JIHAD ADALAH MENJAGA KEHIDUPAN





Allah berfirman Q.S Al Imran 102
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (١٠٢)

102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.

Kata "jangan kamu mati kecuali..." tentu sangat berbeda makna dengan "..jangan kamu hidup kecuali.." Di sini yang ditekankan adalah hidup (jangan mati).

Firman Allah yang lain Q.S. Al Baqarah 179 :
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الألْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٧٩)

179. dan di dalam (pelaksanaan) qishaash itu terdapat (penjagaan) kehidupan bagi kalian, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.

Ketahuilah, bahwa inti jihad adalah menjaga dan menegakkan kehidupan. Jihad untuk hidup, bukan untuk mati. Sehingga orang yang berjihad di jalan Allah, kemudian mati (dengan cara apapun), maka mereka itu adalah para syuhada yang terhormat dan mulia. Esensi syahid bukan mati atau cara matinya, namun perjuangan hidupnya, cara hidupnya, kesungguhannya : jihadnya.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw, sebagai contoh. Beliau gugur tidak dalam keadaan berperang. 3 hari setelah upaya pembunuhan, beliau diobati dan kemudian baru meninggal dunia. Seluruh ulama sepakat bahwa beliau adalah shahid yang mulia. Sayyidina Umar bin Khatab Ra juga demikian. Contoh lebih gamblang adalah Rasulullah Saw. Beliau meninggal di rumahnya, bukan di medan perang. Namun seluruh hidupnya tanpa sisa adalah jihad yang tertinggi. Siapa berani mengatakan bahwa beliau bukan syahid?

Para ulama yang menyebarkan agama di Nusantara, mereka meninggalkan sanak keluarga dan hartanya. Apakah mereka bertempur di tanah nusantara dan mati dalam pertempuran? Bisa jadi ada juga pertempuran dan gugur. Namun mereka semua berdakwah dengan santun. Mendirikan sekolah dan masjid, berbaur dengan masyarakat, menghidupkan ekonomi, mengajarkan akhlak dan adab dan menjadi suri tauladan. Sebagian terbesar justru gugur dalam perjalanan, di rumah, di masjid, di sawah, di sekolah dsb. Mereka berjuang di jalan Allah, mereka berjihad dan mereka adalah syuhada.

Bahkan para ulama juga memaknai syahid bagi orang-orang berikut :
1. Seorang ibu yang gugur ketika melahirkan anaknya.
2. Seorang yang meninggal karena kecelakaan ketika sedang belajar, atau di perjalanan menuju / kembali dari belajar.
3. Seorang ayah yang meninggal ketika sedang bekerja mencari rezeki yang halal untuk keluarganya.
4. Seorang guru yang meninggal saat mengajar.
5. Seseorang yang meninggal dalam ibadah.
Dan seterusnya. Mengapan demikian? karena dalam Islam seluruh aspek kehidupan dan seluruh aktivitasnya adalah ibadah kepada Tuhan, apabila dilakukan dengan niat yang benar, tujuan yang benar dan cara-cara yang benar.

Allah berfirman dalan Q.S Al Ankabut 69 :
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (٦٩)

69. dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebaikan.


Terakhir, kami ingin mengutip ucapan seorang ulama, Al-Habib Ali Aljufri yang sejalan dengan uraian di atas, sbb :  

"kita sering mendengar kalimat "mati di jalan Allah" tetapi ada apa dengan "hidup di jalan Allah"? 
Hidup di jalan Allah lebih sulit jihadnya, lebih berat cobaannya dan lebih panjang kesulitannya, apalagi di jaman fitnah.

Barang siapa yang hidup di jalan Allah, maka dia akan mati di jalan Allah"

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.





Komentar

  1. Kang Mas, bagaimana menurut anda ttg anjuran jihad di Suriah dan Mesir?

    BalasHapus
  2. Bismillah,
    Kang, menurut kami jihad di suriah dan mesir bukan dalam bentuk mengirim orang dari luar batas negara untuk berperang. Bagaimanapun yang terjadi di Suriah dan Mesir adalah persoalan politik, masalah internal. Apapun madzhabnya, di Suriah adalah muslim melawan muslim. Demikian pula di Mesir. Ikhwanul muslimin adalah muslim, dan lawan politik mereka, terbesarnya juga muslimin.

    Dalam hal ini berlaku perintah Allah : "..Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Maka damaikanlah mereka (apabila mereka bertikai).."

    Juga firman Allah SWT "..wa amruhum syura bainahum..." Maka persoalan (pertikaian) mereka (diselesaikan dengan cara) musyawarah antar mereka sendiri.

    Jadi, seruan jihadnya adalah MENDAMAIKAN, bukan menambah api, senjata dan peperangan sehingga bertambah rusaklah fitrah agama di negeri tersebut.

    Wallahu a'lam

    BalasHapus

Posting Komentar

Silakan mengisi komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَر

Follower

Cari Blog Ini