Langsung ke konten utama

BULAN RAMADHAN, AL-QUR’AN, SYIFA’ DAN RAHMAT

BULAN RAMADHAN, AL-QUR’AN, SYIFA’ DAN RAHMAT

بسم الله الرحمن الرحيم


Firman Allah SWT:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
[Surat Al-Isra' 82]

"Dan Kami turunkan dari Al-Quran ini berupa obat (media penyembuh) dan rahmat bagi kaum mukminin, dan tidaklah bertambah (bagi) kaum zalim, kecuali (berupa) kerugian"

Mari kita sama-sama belajar dari ayat yang mulia ini, secara ringkas, semoga bermanfaat.

1. Penggunaan (
و) "waw atf", menunjukkan ayat ini bergandengan dengan ayat sebelumnya, yaitu sifat "haq" apabila datang, maka akan menyingkirkan "bathil". 
Jadi seolah ayat ini berbunyi “Kami turunkan ayat-ayat Al-Qur’an berupa obat yang akan menyingkirkan penyakit; dan rahmat yang akan menyingkirkan laknat, cela dll…”.

2. Huruf (و) juga berarti ayat ini berupa jawaban dari ayat sebelumnya.
Maka lihat, cermati, apa "pertanyaan" ayat sebelumnya.

3. Huruf (
و) juga berarti ayat ini adalah urutan dari ayat-ayat sebelumnya.
Maka lihat lebih jauh rentetan ayat-2 sebelumnya. Ada banyak jenis urutan: waktu, syarat, urgensi, dll.

4. Kata (
ننزل), berarti menurunkan dengan sifat arahnya bukan horizontal, tetapi vertikal dari atas ke bawah. Ini menunjukkan bahwa sumber sesuatu yang diturunkan itu dari tempat yang tinggi, yakni berupa kemuliaan. Maka sesuatu itu (anugerah yang akan diberikan Tuhan) tidak didapat dengan cara menjangkaunya, tetapi diterima dari "bawah" sebagai pemberian.
Maka hendaknya kita seantiasa memahami kedudukan kita di mana dan hendaknya pula kita bersyukur, atas kehendak Tuhan yang maha memberi karunia.

5. Pemberian sifat turun juga memiliki karakteristik cepat dan percepatan. Berbeda dengan pemberian horizontal. Ini menunjukkan kasih sayang Allah SWT,
di mana Allah SWT menginginkan supaya sesuatu itu (karunia) cepat-cepat diberikan dan cepat-cepat bisa diterima oleh para penerima.
Subhanallah, maka hendaknya kita bersyukur.

6. Sifat turunnya serupa curahan, seperti halnya air hujan yang bersifat menyebar, supaya pemberian tersebut bisa diterima oleh orang banyak
sekaligus. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berjamaah, bergabunglah dengan jamaah kaum muslimin, baik dalam beribadah maupun  dalam kehidupan sehari-hari.

7. Kata (
ننزل), menggunakan kata kerja fi'il mudhari, berarti pekerjaan menurunkan tersebut dilakukan terus-menerus. Tidak hanya sekali turun, saat ayat ini pertama kali turun. Tidak juga sekaligus turun saat keseluruhan ayat Al-Qur'an selesai diturunkan. Tetapi terus-menerus Allah SWT berikan hingga saat ini dan kemudian.
Maka dari itu, hendaklah kita senatiasa dalam keadaan bersiap-siap dan senantiasa bersyukur.


8. Kata (
ننزل), menggunakan kata kerja fi’il mutaaddy (فعّل ـ يفعّل), berarti Allah menurunkan dengan amat banyak, amat deras dan amat sering. Subhanallah, jadi bersiaplah menyambut dan bersyukurlah.

9. Kata (
ننزل), menggunakan subyek (نحن) "Kami", untuk menunjukkan tafdhil, istikbar dan keperkasaan Allah SWT. 
Maka, rasakanlah itu, dan sadarilah betapa kecilnya kita.


10. Kata (
نحن) "Kami" juga menunjukkan bahwa Allah SWT melibatkan makhluk dalam proses menurunkan tersebut. Di dalamnya termasuk para malaikat, Nabi, para ulama dan Shalihin. Sebab sampainya Al-Qur’an beserta ilmu dan keberkahannya kepada kita melalui perantara para makhluk-Nya.
Maka dari itu, bersiaplah dan turutlah terlibat di dalamnya, bergabung bersama mereka.

11. Adanya keterlibatan makhluk Allah SWT dalam
proses menurunkan tersebut, hendaknya kita menambah syukur kepada mereka-mereka yang terlibat.
Kepada Nabi SAW perbanyaklah sholawat dan rasa cinta, kepada ulama, orang tua, guru hendaknya berakhlak dan beradab yang baik serta selalu berziarah dan mendoakan mereka, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.

12. Obyek yang diturunkan oleh Allah SWT dari Al-Qur'an adalah (
ما) yakni bentuk umum yang tidak terbatas macam, jenis dan jumlahnya. Sekaligus, esensinya "disembunyikan" oleh Allah SWT.
Maka berhusnudzonlah selalu.

13.
Bentuk obyek yang diturunkan tersebut berupa (هو), menunjukkan paket utuh. Kita bisa saja terima barang dlm jumlah banyak, tapi bila tidak utuh maka blm bisa digunakan. Sedangkan Allah SWT menurunkan berupa paket utuh sehingga bisa berfungsi, berguna dan bermanfaat.
Subhanallah, apakah layak kita tidak bersyukur?

14.
Jenis pertama yang diturunkan adalah (شفاء) obat / media penyembuh. Maka siapa yang tidak butuh itu? Bahkan orang sehat sangat perlu itu, apalagi yang sakit. Bukankah penyakit amat banyak dan sebagian walaupun belum menjangkit tapi siap menjangkit?
Dan bila Anda sakit, berapa nilai obat yang berani ditebus? Hampir tak terbatas.
Subhanallah, maka bersyukurlah.

15. Jenis obyek ke-2 yang diturunkan adalah (
رحمة) "rahmat". Maka adakah satu saja makhluk di dunia yang tidak butuh itu?
Subhanallah, maka hendaknya kita bersyukur.

16.
Untuk siapa itu diturunkan? (المؤمنين) kaum yang beriman. Kalau Kita tidak beriman (percaya penuh) maka tidak perlu berharap, karena bukan untuk kita.
Lebih jauh, jadilah kita kaum mukminin yang kaafah. Tidak hanya percaya atas rukun iman, tapi kaum mukmin yang menyeluruh.
Mari telaah pula sabda Nabi SAW tentang orang yang beriman, salah satunya "tidak (sempurna) iman kamu hingga kamu juga mencintai saudaramu seperti kamu mencintai diri sendiri", dan lain sebagainya.

17. Singkat cerita, ayat tersebut ditutup dengan "Dan (pemberian Allah tersebut) tidak akan menambah apapun kepada kaum yang zalim (bukan kafir, lawan dari mukmin), kecuali hanya berupa kerugian"
.

Semoga Allah SWT menyelamatkan kita dari menjadi orang yang zalim, curang, culas dst.

Semoga ayat tersebut dapat menjadi bekal kita bertadabur Al-Qur'an di bulan Ramadhan, Bulan Qur'an, Bulan Syifa, Bulan Rahmat.

Semoga
pula kita termasuk dalam hamba-Nya yang memperoleh anugerah-Nya yang mulia, wassholatu ala Rasulillah wa ahlihi wa sahbih, amin.

Mohon maaf bila terdapat salah dan khilaf, walaupun ringkas, semoga bermanfaat.

Wallahu A’lam.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَر

Follower

Cari Blog Ini