Langsung ke konten utama

Makna "Yuridu" pada ayat Tathhir Alhlulbait, Al-Ahzab 33:33

Bismillahirrahmanirrahim,


PENDAHULUAN

Secara umum, pendapat kaum muslimin terkait "ahlul bait Nabi Saw" terbelah pada ayat tathhir, Al-Ahzab 33:33, melalui 2 pendapat besar:

1. Pendapat pertama memaknai ayat itu sebagai ketetapan Allah SWT yang bersifat mutlak tanpa syarat.

Menurut pendapat ini, ayat itu menjamin bahwa ahlulbait sudah, akan dan terus
1) disucikan dari semua jenis kotoran dan dosa.

Dengan demikian -menurut pendapat ini- ahlulbait terjamin sebagai orang-orang yang suci dan terjaga (maksum), dan berlaku terbatas hanya pada sejumlah kecil anggota ahlulbait saja
2).

2. Pendapat kedua memaknai ayat ini sebagai iradatullah (keinginan Allah) yang sifatnya bersyarat.

Menurut pendapat kedua ini, ayat tersebut mengistimewakan setiap anggota ahlulbait dengan penyucian, tapi dengan catatan: apabila yang bersangkutan memenuhi syaratnya. Di mana syarat tersebut dirinci oleh rangkaian ayat Surah Al-Ahzab, sejak ayat ke-28 hingga ke-34.

Dengan demikian, setiap anggota ahlulbait tidak sama dalam hal kesucian mereka masing-masing.

Bagi siapa saja dari mereka yang menjaga dirinya sesuai syarat, maka Allah SWT sendiri yang menyucikan mereka. Sebaliknya, siapa saja di antara mereka yang belum memenuhi syaratnya maka mereka akan ditangguhkan memperoleh keistimewaan penyucian tersebut 
3)


AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33

Mari kita lihat ayat tersebut lebih dalam.

وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan kotoran dari kalian, wahai ahlulbait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya".

Untuk lebih fokus pada tema ini, mari kita perhatikan penggalan ayat berikut:

إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

"Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan kotoran dari kalian, wahai ahlulbait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya".

Sekarang, mari kita lihat pokok penggalan ayat tersebut di atas, yaitu:

يُرِيدُ ٱللَّهُ
"Allah ingin"

Sampai di sini, kita bisa simpulkan, bahwa ayat tersebut dasar tema-nya adalah "keinginan Allah SWT", atau "iradatullah" (إرادة الله).

Berikutnya, mari kita lihat lebih jauh, bagaimana sifat-sifat iradatullah dalam Al-Qur'an, sebelum kita kembali pada pada ayat ini.


AYAT-AYAT IRADATULLAH DALAM AL-QUR'AN

Saat ini kita hanya akan gunakan ayat-ayat Al-Qur'an, untuk pendekatan tafsir Qur'an bil Qur'an, sebagai tafsir utama.

Dengan itu kita akan menyimpulkan sesuai tema tulisan ini, apakah iradatullah bersifat mutlak tanpa syarat, sesuai pendapat pertama, ataukah memiliki sifat bersyarat sesuai pendapat kedua.

Mari kita sama-sama pelajari dalam kesempatan ini, insyaallah.


AYAT PERTAMA

Al-Baqarah 2:185
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ

"Allah ingin kemudahan bagimu, dan tidak ingin kesukaran bagimu"

Ayat ini secara lengkap berisi pemberitahuan kepada orang-orang yang beriman akan datangnya Bulan Ramadhan dan kewajiban berpuasa penuh pada bulan itu.

Lalu, bagi orang yang sedang dalam keadaan sakit dan bepergian jauh, sehingga menyulitkan bagi mereka, sekiranya mereka harus berpuasa, maka Allah SWT memberikan keringanan untuk tidak berpuasa pada hari tersebut. Sebagai gantinya, orang-orang tersebut dapat mengganti berpuasa pada bulan lain setelah mereka sehat dan dalam keadaan yang lebih mudah bagi mereka untuk berpuasa.

Setelah itu, penggalan ayat tersebut disampaikan : Allah SWT ingin kemudahan bagi kaum muslimin, tidak ingin kesulitan bagi mereka.

Sekarang, mari kita lihat, apakah pernyataan itu adalah ketetapan tanpa syarat, atau keinginan bersyarat?

Masih adakah seorang muslim yang memilih berpuasa dengan menanggung kesulitan saat sakit dan bepergian?

Apakah lantas mereka itu dikeluarkan dari kaum muslimin, lalu dihukumi tidak beriman / menjadi kafir lantaran memilih untuk tetap berpuasa karena alasan masih kuat / mampu?

Ternyata tidak. Keinginan Allah SWT (iradatullah) berlaku dengan syarat. Yang merasakan kemudahan adalah mereka yang memiliih untuk tidak berpuasa pada saat-saat tersebut dan mengganti berpuasa pada hari lain, tatkala sehat dan tidak dalam keadaan berat berpuasa karena sedang dalam bepergian. Seroang muslim yang tetap memilih berpuasa, mereka tetap muslim dan tidak ikut merasakan kemudahan.


AYAT KEDUA

Al-Imran 3:176

يُرِيدُ ٱللَّهُ أَلَّا يَجْعَلَ لَهُمْ حَظًّا فِى ٱلْءَاخِرَةِۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ


"Allah ingin untuk tidak memberikan bagian (kenikmatan) pada hari akhirat kepada mereka, dan bagi mereka disediakan azab yang besar".


Ayat tersebut berbicara mengenai pembesar kaum kafir yang kaya dan berkuasa yang mana mereka memusuhi dan menyulitkan kaum mukminin.

Lalu Allah SWT berpesan kepada kaum mukminin supaya tidak perlu bersedih / kecil hati terhadap (sikap) orang-orang itu, sebab Allah ingin untuk tidak menyediakan bagi orang-orang itu, bagian di akhirat, berupa kenikmatan, bahkan telah menyiapkan siksa yang dahsyat untuk mereka-mereka itu di dalam neraka.

Sekarang, mari kita lihat "keinginan Allah" (iradatullah) tersebut, apakah bersifat ketetapan mutlak tanpa syarat atau bersyarat?

Ayat tersebut turun di Madinah, membicarakan sebagian kaum kafir di Madinah dan Mekah.

Apakah menjadi ketetapan Allah SWT, bahwa semua orang kafir itu, yang ada sejak ayat tersebut turun, hingga seterusnya, maka mereka tetap kafir hingga mati. Sehingga setiap mereka memenuhi iradatullah untuk disiksa semua dengan kekal?

Ternyata tidak. Sejak ayat itu turun hingga wafat Nabi Saw, terdapat amat banyak dari kaum kafir itu, yang akhirnya masuk Islam. Baik para pembesar maupun bukan. Baik yang ada di Madinah maupun di Mekah. Termasuk di dalamnya sejumlah besar penduduk Mekah yang masuk Islam saat Fathul Makkah yang jumlahnya mencapai hingga ribuan orang.

Sehingga mereka yang beriman setelah turunnya ayat di atas, hingga wafat dalam keimanan, maka mereka tidak lagi menjadi calon penduduk neraka yang kekal. Meskipun mereka dalam keadaan kafir dan memusuhi Nabi Saw pada saat ayat di atas turun dan baru beriman jauh masa kemudian.

Kembali di sini, dapat kita simpulkan bahwa iradatullah dalam ayat di atas bukan ketetapan tanpa syarat, namun justru bersyarat.


AYAT KETIGA

Q.S An-Nisa 4:26

يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْۗ

"Allah ingin untuk menerangkan dan memberi petunjuk pada kalian tentang sejarah orang-orang terdahulu sebelum kalian, dan juga memberi taubat pada kalian".

Ayat ini diawali dengan rangkaian ayat sejak ayat ke-17 yang berbicara tentang taubat. Lalu Allah SWT melarang banyak hal-hal buruk dalam pernikahan, seperti mewarisi istri ayah, menikahi wanita-wanita yang masih memiliki hubungan darah dan lain-lain. Yang mana hal-hal tersebut dipraktikkan oleh sebagian orang-orang terdahulu. Allah SWT Juga memerintahkan para suami untuk berbuat baik kepada istri, bersabar atas kekurangan mereka dan lain-lain.

Baru kemudian, Allah SWT menyatakan ingin menerangkan, memberi petunjuk dan menerima taubat.

Sekarang, mari kita jawab, apakah keinginan Allah SWT (iradatullah) di atas menjadi ketetapan mutlak berlaku tanpa syarat, ataukah justru berlaku dengan syarat?

Apakah sejak ayat itu turun hingga hari kiamat, maka setiap taubat diterima tanpa syarat?

Tidak, hanya taubat yang memenuhi syarat yang diterima Allah SWT.

Apakah sejak ayat itu turun hingga hari kiamat maka setiap orang yang beriman mendapat petunjuk tentang perikehidupan orang-orang terdahulu yang buruk?

Tidak juga, itu hanya berlaku bagi mereka yang mau belajar dan mengambil pelajaran saja.

Sedangkan yang tidak belajar dan tidak pula mengambil pelajaran, maka tidak memperoleh petunjuk tentang itu, meskipun mereka beriman.

Bahkan, pada ayat ke-27, Allah SWT menyatakan:

وَٱللَّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلشَّهَوَٰتِ أَن تَمِيلُوا۟ مَيْلًا عَظِيمًا

"Allah ingin menerima taubat kalian, sedangkah mereka orang-orang yang mengikuti hawa nafsu justru ingin agar kalian berpaling sejauh-jauhnya (dari Tuhan).


AYAT KEEMPAT

Q.S Al-Maidah 5:6

يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Allah ingin menyucikan Kalian dan menyempurnakan nikmatNya atas Kalian, supaya Kalian bersyukur".

Ayat ini berisi kewajiban berwudhu atas kaum muslimin ketika hendak sholat, merinci bagian-bagian anggota tubuh ketika berwudhu, juga perintah ber-tayamum ketika tidak mendapati air.

Lalu berikutnya menyatakan bahwa Allah SWT ingin menyucikan kaum mukminin dan menyempurnakan nikmatNya atas mereka.

Sekarang, mari kita simpulkan, apakah keinginan Allah SWT (iradatullah) pada ayat tersebut berlaku mutlak tanpa syarat, ataukah justru bersyarat?

Apakah sejak ayat itu turun hingga hari kiamat maka setiap orang yang beriman otomatis menjadi suci, karena disucikan oleh Allah SWT dan mendapat kesempurnaan nikmat?

Ataukah itu hanya berlaku bagi yang memenuhi syarat saja? Yaitu orang-orang yang beriman yang berwudhu dan seterusnya, sesuai yang disebutkan dalam ayat?

Kita bisa simpulkan dengan tegas, bahwa ternyata penyucian dan penyempurnaan nikmat berlaku dengan syarat.

Masih banyak lagi contoh-contoh demikian yang dapat kita kumpulkan dari Al-Qur'an, namun hemat kami apa yang disampaikan di atas sudah mencukupi.

Bahkan, bila kita kumpulkan seluruh ayat iradatullah dalam Al-Qur'an, maka niscaya kita akan dapati kesimpulan yang sama, bahwa iradatullah memiliki sifat bersyarat.

AYAT TATHHIR

Setelah kita lihat contoh-contoh ayat iradatullah dalam Al-Qur'an, sekarang mari kita kembali pada ayat kita, Al-Ahzab 33:33

إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

"Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan kotoran dari kalian, wahai ahlulbait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya".

Mengingat semua ayat-ayat iradatullah bersifat bersyarat, maka bisa kita pahami bahwa maksud ayat tersebut adalah:

Sesungguhnya "dengan itu" Allah ingin... dan seterusnya.

Di mana kata "dengan itu" mencakup syarat-syarat yang disebut pada rentetan ayat terkait.

Dengan kata lain, bahwa penggalan ayat tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari rentetan surah Al-Ahzab ayat ke-28 hingga ke-34.

KESIMPULAN

Pada akhir tulisan ini, kita dapat petik beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Ayat tathhir Al-Ahzab 33:33, pada pokoknya berisi keinginan Allah SWT (iradatullah).

2. Keinginan Allah SWT untuk menghilangkan rijs dan menyucikan ahlulbait akan dipenuhi hanya jika syaratnya terpenuhi.

3. Syarat-syarat tersebut dijelaskan dalam rentetan ayat ke-28 hingga ayat ke-34.

4. Penggalan ayat (إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا) adalah bagian dari ayat ke-33 yang tidak berdiri sendiri, melainkan bagian tak terpisahkan dari rentetan ayat ke-28 hingga ke-34.

5. Setiap anggota ahlulbait adalah mukhatab (yang diajak bicara) ayat, sehingga berhak atas pembersihan rijs dan penyucian.

6. Allah SWT pasti memenuhi keinginanNya pada setiap anggota ahlulbait, jika mereka memenuhi syarat, sedangkan bagi yang belum memenuhi, maka Allah SWT menangguhkan, hingga saat mereka memenuhi syarat tersebut4).



Demikian, Wallahu a'lam


-----------------------------

Catatan kaki :

1) Sesuai bentuk kata kerja (fi'il) mudhari (يُرِيدُ) dan (وَيُطَهِّرَكُمْ) yang digunakan utk masa sekarang dan akan datang) 

2) Menurut pendapat pertama ini, yang dicakup oleh ayat tersebut adalah ahlulkisa yang hanya mencakup 5 orang, termasuk di dalamnya adalah Rasulullah SAW. Mengenai hal ini, kami bahas tersendiri dalam tema "Perubahan kata ganti "antunna" menjadi "antum", siapa saja ahlulbait?", yand dapat anda baca pada tulisan ini.

3) Menurut pendapat kedua ini, bisa saja seorang di antara mereka berbuat dosa sehingga kotor jiwa mereka, lalu mereka bertaubat dan memenuhi amal shalih yang dipersyaratkan, sehingga Allah SWT memenuhi keinginanNya menyucikan orang tersebut. Hal semacam itu bisa saja terjadi berulang, lantaran menjadi sifat manusia biasa yang tidak maksum, mereka sangat bisa tergelincir berbuat salah, keliru dan berbuat dosa. Dapat pula mereka bertaubat dengan sungguh-sungguh sehingga diterima taubanya. Demikian menurut pendapat ini, bahwa ahlulbait tidak maksum sebagaimana sifat yang hanya dimiliki para nabi alaihimussalam.

4) Allah SWT konsisten dengan iradatNya. Bagi yang zalim dan tidak memenuhi syarat, maka selagi mereka belum bertaubah dan memenuhi syaratnya, mereka ditangguhkan dari anugerah khusus itu. Apabila mereka bertaubat dan memenuhi syaratnya, maka Allah SWT bersifat "fa'alun lima yurid", pasti memenuhi iradatNya.




Sumber gambar : https://almuntahy.or.id/artikel-195-penjelasan-tentang-ayat-tathhir



Komentar

Posting Komentar

Silakan mengisi komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَر

Follower

Cari Blog Ini