Langsung ke konten utama

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim,


Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir, Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT (iradatullah) yang bersyarat.
Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini.

Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) "antunna" (
أنتن) menjadi "antum" (أنتم) dalam ayat tersebut.

PENDAHULUAN

Dalam bahasa Arab, kata ganti "antunna" (أنتن) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita).

Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara (mukhatab).

Sedangkan kata ganti "antum" (
أنتم) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan.

Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan kata. Juga sangat ringkas dan menghindari pengulangan kata yang sama dalam satu kalimat. Sehingga ada sebuah kaidah tafsir yang berbunyi jika terdapat 2 kata yang sama digunakan dalam satu kalimat, maka cakupan makna dari kata yang pertama tidak sama dengan cakupan makna pada kata yang kedua.

Demikian pula berlaku pada penggunaan kata ganti.

Ada kalanya Al-Qur'an menggunakan kata ganti tunggal, namun tiba-tiba berubah menjadi kata ganti berbentuk ganda atau jamak.

Bila hal itu terjadi, kita bisa pahami bahwa telah terjadi perubahan cakupan dari subyek atau obyek tersebut.

AYAT TATHHIR

Mari kita perhatikan ayat kita ini,:

وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan kotoran dari kalian wahai ahlulbait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya".


Sekarang, mari kita perhatikan, di mana kata ganti dalam ayat tersebut? dan siapa "mukhatab" ayat (yang diajak bicara)?

Dalam bahasa arab, setiap kata kerja memuat secara spesifik kata ganti. Ini adalah aturan dalam bahasa arab, yang merupakan salah satu kelebihannya. Sehingga, tanpa menyebutkan kata ganti, kita tetap bisa mengetahui apa kata ganti yang digunakan dan mengetahui siapa mukhatab ayat tersebut.

Mari kita lihat pada contoh ayat kita ini.

Kata kerja (perintah dan larangan) dalam ayat itu adalah: "tinggallah" (قَرْنَ), "jangan meniru" (لَا تَبَرَّجْنَ), "tegakkan" (أَقِمْنَ), "tunaikan" (ءَاتِينَ) dan "taatilah" (أَطِعْنَ) semuanya menggunakan kata kerja spesifik untuk kata ganti "antunna", atau kalian wanita.

Apabila hanya melihat ayat ini saja secara sepotong, maka kita tidak tahu siapa para wanita yang dimaksud oleh ayat tersebut.

Namun, jika kita perhatikan ayat-ayat sebelumnya, maka kita akan mendapati siapa mukhatab ayat tersebut.

Mari kita lihat pada ayat ke-28

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

"Wahai Nabi (Muhammad saw) katakanlah pada istri-istrimu, "jika kalian (hanya) menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka akan kuberikan bagimu dan kuceraikan dengan perpisahan yang indah"

Sekarang menjadi jelas dalam ayat ini, bahwa mukhatab ayat adalah istri-istri Nabi saw. Selanjutnya, dari ayat ke-28 ini hingga ayat ke-33 digunakanlah kata ganti antunna (kalian wanita).

BICARA MENGGUNAKAN LISAN NABI

Amat menarik untuk disampaikan, bahwa pada ayat ini Allah SWT berbicara kepada istri-istri Nabi menggunakan lisan Nabi saw: "wahai Nabi, katakanlah pada istri-istrimu"

Sehingga berikutnya berupa kalimat yang disampaikan dengan format: Nabi saw berbicara kepada istri-istrinya.
Mukhatib (pembicara) adalah Nabi saw dan mukhatabnya (yang diajak bicara) adalah istri-istrinya.

Betapa indah dan presisinya redaksi Al-Qur'an!

Coba kita perhatikan ayat ke-30 berikut:
Al-Ahzab 33:30

يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِىِّ مَن يَأْتِ مِنكُنَّ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ يُضَٰعَفْ لَهَا ٱلْعَذَابُ ضِعْفَيْنِۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا

"Wahai istri-istri Nabi, Barangsiapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi Allah".

Coba kita perhatikan, siapa mukhatib (pembicara) pada ayat tersebut?

Kalau Anda tidak jeli, Anda akan mengira bahwa mukhotibnya adalah Allah SWT. Padahal tidak, mukhatibnya adalah Nabi saw !

Demikian pula pada ayat ke-32 

يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِىِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ ٱلنِّسَآءِۚ إِنِ ٱتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِٱلْقَوْلِ فَيَطْمَعَ ٱلَّذِى فِى قَلْبِهِۦ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا

"Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik".

Formatnya adalah: mukhatibnya Nabi saw yang berbicara kepada istri-istrinya.

Setelah kita mengetahui dengan pasti bahwa mukhatab pada kata ganti "antunna" adalah istri-istri Nabi, sekarang mari kita menuju ayat kita, ayat ke-33

Al-Ahzab 33:33

وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan kotoran dari kamu wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya".

Untuk lebih fokus, mari kita perhatikan penggalan ayat tersebut:

إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
"Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan "rijs" dari Kalian dan menyucikan Kalian sesuci-sucinya"


Dalam penggalan ayat tersebut digunakan kata ganti (dhomir) baru yaitu "antum" (kata ganti untuk kalian jamak, baik hanya laki-laki atau campuran laki-laki dan wanita).

Inilah yang akan kita bahas saat ini: siapa "antum" dalam penggalan ayat di atas? Sehingga kata ganti "antunna" berubah.


Kita akan belajar melalui beberapa pendapat dalam hal ini.

PENDAPAT PERTAMA

Pendapat ini menyatakan bahwa perubahan "antunna" menjadi "antum" karena adanya ziyadah mukhatab (tambahan orang yang diajak bicara), berupa 1 orang laki-laki, yaitu Nabi saw sendiri.

Mari kita lihat pendapat ini lebih dalam.

Dari sisi hukum dhamir (kata ganti), pendapat ini benar. Bahwa "antunna" ditambah "anta" (kamu, maskulin, tunggal) maka kata ganti harus berubah menjadi "antum" (أنتم).

Namun bagaimana dengan sisi lainnya?

Setidaknya terdapat kelemahan pada pendapat ini, antara lain:

1. Sebagaimana kami sampaikan di atas, bahwa kalimat dalam ayat itu disampaikan dengan format bahwa mukhatibnya bukan Allah SWT, tetapi Nabi saw sendiri sebagai mukhatib (orang pertama / pembicara). 
Adalah tidak lazim jika mukhatib sekaligus adalah mukhatab. Ketika beliau saw berbicara kepada keluarganya dengan perintah dan larangan, maka tidak layak memahami bahwa beliau saw pula sebagai obyek yang diajak bicara dalam kalimat itu.

2. Menurut bahasa arab, ahlulbait tidak termasuk sayyidul bait. Ahlulbait seseorang adalah orang-orang yang terikat / memiliki ikatan darah dan pernikahan dengan sayyidul bait. Maka secara bahasa, ahlulbait dari seorang tidak termasuk diri orang tersebut

Itu sebabnya dalam kalimat salawat berbunyi "Ya Allah, limpahkanlah sholawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya". Apabila Diri Nabi adalah termasuk di dalam keluarganya, maka cukuplah dengan kalimat "Ya Allah, limpahkanlah sholawat kepada keluarga Nabi Muhammad"

3. Benar bahwa ahlulbait di dalam ayat tersebut memperoleh keistimewaan, berupa anugerah khusus dari Allah SWT, baik berupa penghilangan "rijs" maupun penyucian.

Namun, menempatkan Nabi saw dalam obyek ahlulbait justru berdampak mengurangi kemuliaan dan keagungan beliau saw. Mengapa?

Bukankan ahlulbait mendapat keistimewaan dan anugerah itu karena adanya ikatan / hubungan dengan diri Nabi saw?
Sedangkan diri Nabi saw jauh sebelumnya sudah istimewa, sudah lebih dahulu suci dan bersih. Bahkan beliau maksum karena kenabian, yang berarti telah terjaga secara khusus sejak kelahirannya.

PENDAPAT KEDUA

Pendapat ini mengatakan bahwa perubahan "antunna" menjadi "antum" bukan karena ziyadah mukhatab, tetapi karena terjadi pergantian mukhatab secara total. 
Mukhatab Antunna (istri-istri Nabi) berganti dengan antum yakni 5 anggota ahlulkisa tanpa-istri-istri Nabi saw.

Menurut pendapat ini, kelima anggota ahlulkisa meliputi: Nabi saw, Sayyidina Ali kw, Sayyidah Fathimah, Hasan dan Husain alaihimussalam.

Memang benar, bahwa Sayyidina Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiallahuanhum adalah ahlibait Nabi sesuai nash Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Namun, apakah benar bahwa 
"antum" (ahlulbait) hanya khusus mereka saja ditambah Nabi saw secara eksklusif, tanpa anggota lainnya?

Mari kita lihat lebih dalam melalui beberapa argumentasi berikut:

1. Memaknai antum sebagai ahlulkisa, berarti menempatkan diri Nabi saw sebagai bagian dari mukhatab ayat. Sebagaimana disampaikan melalui 3 point sebelumnya, penalaran semacam ini mengandung kelemahan sebagaimana telah dijelaskan di atas.

2. Memahami makna antum hanya sebagai ahlulkisa saja, artinya mengeluarkan antunna dari mukhatab ayat. Hal ini tidak mungkin, sedangkan antunna menjadi mukhatab ayat dalam seluruh rangkaian ayat 28 hingga 34. 
Antunna adalah mukhatab ayat pada bagian pertama ayat 33. Juga rangkaian ayat sebelumnya sejak ayat 28. Bahkan mukhatab ayat setelahnya, yaitu ayat 34, sebagai berikut:

وَٱذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِى بُيُوتِكُنَّ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ وَٱلْحِكْمَةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

"Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah). Sungguh, Allah Mahalembut, Maha Mengetahui".

Coba perhatikan, bahwa fi'il (وَٱذْكُرْنَ) menggunakan dhamir (kata ganti) antunna.

Bahkan sangat jelas Al-Qur'an pada ayat ke-34 di atas menyebut kata "di rumah kalian" (فِى بُيُوتِكُنَّ), di mana dhamir-nya adalah antunna yang menunjukkan istri-istri Nabi sebagai "yang tinggal di dalam" rumah.

Selain itu penggunaan kata "rumah" (buyut), bentuk jamak dari kata "bait" pada kata (فِى بُيُوتِكُنَّ) menjelaskan benang merah dg kata "bait" pada (أَهْلَ ٱلْبَيْتِ) dalam ayat ke-33. Ini sekali lagi menunjukkan, bahwa di dalam "antum" ahlulbait juga memuat "antunna".

3. Al-Qur'an diturunkan menggunakan bahasa Arab. Dalam surat Yusuf 12:2 disebutkan:
إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

"Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai Qur'an berbahasa arab yang terang..."

Kaidah dasar Al-Qur'an adalah bahwasanya makna kata Al-Qur'an sesuai makna dalam bahasa arab, kecuali jika dijelaskan berbeda dalam ayat yang bersangkutan, atau ayat lainnya.

Dalam hal ini, menurut bahasa arab, kata ahlulbait berarti keluarga dari ikatan pernikahan, termasuk di dalamnya istri dan anak.

Menurut bahasa Arab "ahl" bisa berarti istri. Bahkan menurut kamus Al-Ma'ani -Yordania, salah satu arti kata kerja "ahila" adalah "menikahi".

4. Terdapat kasus yang nyaris persis sama pada Q.S. surat Hud 11:73, sebagai berikut:

قَالُوٓا۟ أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِۖ رَحْمَتُ ٱللَّهِ وَبَرَكَٰتُهُۥ عَلَيْكُمْ أَهْلَ ٱلْبَيْتِۚ إِنَّهُۥ حَمِيدٌ مَّجِيدٌ

"Mereka (para malaikat) berkata, “Mengapa engkau merasa heran tentang ketetapan Allah? rahmat dan berkah Allah semoga dicurahkan kepada kalian wahai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji, Maha Pengasih.”

Kata (أَتَعْجَبِينَ) memiliki kata ganti "anti" (أَنتِ)
, digunakan untuk "orang kedua, wanita, tunggal". Kata ini digunakan, sebab Malaikat (sebagai mukhatib) berbicara kepada Siti Sarah (sebagai mukhatab), sedang suaminya -Nabi Ibrahim AS- berada di dekatnya.

Namun tiba-tiba mukhatab ayat berubah menjadi "kalian ahlulbait", dengan kata ganti "antum". Perhatikan sub kalimat (
عَلَيْكُمْ أَهْلَ ٱلْبَيْتِۚ), di mana kata alaikum (عَلَيْكُمْ) menggunakan kata ganti antum (انتم).

Apabila Malaikat berbicara pada 2 orang saja yang ada dalam majlis khitabah tersebut, yakni Siti Sarah bersama Nabi Ibrahim As, maka seharusnya digunakan kata antuma (انتما) yang digunakan untuk mukhatab dua orang (ganda).

Tetapi, ternyata tidak demikian, mukhatab yang digunakan adalah antum, di mana para mufasir menjelaskan bahwa di dalamnya mencakup Siti  Sarah, dan Ismail As bersama ibunya, Siti Hajar, yang saat itu berada terpisah, menetap di lembah Mekah.

Dalam kasus ini, tidak ada satu mufasir manapun juga, yang tidak sepakat bahwa ahlulbait Nabi Ibrahim As yang dimaksud ayat tersebut, di dalamnya memuat Siti Sarah, sebagai mukhatab ayat yang berada dalam majlis khitabah. Tidak ada satupun mufasir yang berani mengeluarkan Siti Sarah dari ahlulbait Nabi Ibrahim As pada ayat di atas. 
Mengapa demikian? Sebab secara jahr (eksplisit), Siti Sarah adalah mukhatab pada ayat tersebut.

Demikian pula, lebih tidak dimungkinkan, jika kedua orang istri Nabi Ibrahim (Siti Sarah dan Siti Hajar as) dikeluarkan dari khitabah, dianggap tidak termasuk ahlulbait Nabi Ibrahim, maka pada saat itu hanya tersisa seorang anak saja (yakni, Ismail as). Sehingga mukhatab untuk satu orang menjadi "anta" (انت), atau jika dianggap ahlulbait adalah Nabi Ibrahim as dan Ismail, maka mukhatabnya pun adalah antuma (انتما). Sedangkan pada ayat tersebut, dhamir mukhatab yang digunakan adalah antum (انتم). 

Jadi, kalau dalam kasus di atas, "anti" tidak dikeluarkan dari "antum", maka dalam kasus Al-Ahzab 33:33, pun berlaku sama, "antunna" tidak bisa dikeluarkan dari "antum".


5. Dalam amat banyak hadits, Nabi saw sendiri menyebut istri-istri beliau sebagai ahlulbait.

Salah satunya dalam Sohih Bukhari, sebagai berikut:

فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَانْطَلَقَ إِلَى حُجْرَةِ عَائِشَةَ، فَقَالَ : " السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ ". فَقَالَتْ : وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ، كَيْفَ وَجَدْتَ أَهْلَكَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ ؟ فَتَقَرَّى حُجَرَ نِسَائِهِ كُلِّهِنَّ يَقُولُ لَهُنَّ كَمَا يَقُولُ لِعَائِشَةَ، وَيَقُلْنَ لَهُ كَمَا قَالَتْ عَائِشَةُ

"... Maka Nabi keluar, dan menuju rumah Aisyah ra dan berkata, Assalamualaikum wahai ahlulbait warahmatullah, lalu Aisyah ra menjawab, wa alaikassalam warahmatullah, bagaimana engkau dapati istrimu, semoga berkah Allah bagimu. Lalu beliau saw mendatangi setiap rumah istri beliau lainnya dan mengatakan yang sama sebagaimana beliau katakan pada Aisyah ra, dan mereka pun menjawab dengan jawaban yang sama sebagaimana jawaban Aisyah ra..."

Karena haditsnya cukup panjang, kami hanya sampaikan penggalannya saja. Hadis selengkapnya ada dalam catatan kaki 1).  Perhatikan bahwa Nabi saw sendiri yang memanggil semua istrinya dengan ahlulbait. Maka adakah dalil yang lebih kuat dari dalil Nabi saw sendiri?

6. Pegangan nash dari pendapat kedua ini adalah hadits kisa yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra. Di mana menurut mereka hadits ini membatasi makna ahlulbait hanya sebatas ahlulkisa. Bahkan menurut pendapat ini, dalam redaksi hadits kisa, Nabi melarang Ummu Salamah ra untuk masuk ke dalam kisa, sehingga dipahami oleh mereka bahwa istri-istri Nabi saw tidak termasuk ahlulbait.

Mari kita lihat salah satu redaksi Hadits Kisa, sebagai berikut:

فدعا النبي صلى الله عليه وسلم فاطمة، وحسنا، وحسينا، فجللهم بكساء، وعلي خلف ظهره، فجلله بكساء، ثم قال : " اللهم هؤلاء أهل بيتي، فأذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا ". قالت أم سلمة : وأنا معهم يا رسول الله ؟ قال : " أنت على مكانك، وأنت إلى خير "
"Maka Nabi memanggil Fathimah, Hasan dan Husain dan mengelilingi mereka dengan kain kisa, sedangkan Ali berada di belakang punggung beliau, lalu beliau juga mengelilingi Ali dengan kain kisa, lalu beliau berkata, "Ya Allah, mereka adalah ahlibaitku, maka hilangkanlah dari mereka "rijs" dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya", maka berkata Ummu Salamah, dan aku juga bersama mereka ya Rasulullah?, Nabi menjawab " engkau berada pada tempatmu dan engkau berada menuju kebaikan"

Redaksi lengkap hadits ada pada catatan kaki 2)

Mereka yang berpegang pada pendapat kedua ini memaknai ucapan Nabi saw "engkau berada pada tempatmu dan engkau berada menuju kebaikan" (أنت على مكانك، وأنت إلى خير), sebagai penolakan dari Nabi saw, yakni bahwasanya Ummu Salamah ra bukan ahlulbait.

Pendapat seperti ini terlalu jauh dari matan hadits. Sebab, jika yang beliau maksud seperti itu, tentu Nabi saw menyatakan dengan jelas, menolak Ummu Salamah ra atau istri-istri beliau lainnya sebagai ahlulbait. Namun kita akan lihat, bahwa arah pembicaraan Nabi tidak demikian
Tidak ada satupun hadis yang berisi menolak istri-istri Nabi sebagai ahlulbait. Justru sebaliknya, amat banyak hadis menyebutkan istri-istri Nabi sebagai ahlulbait, sebagaimana dijelaskan pada poin 4 di atas.

Sedangkan menurut pendapat jumhur ulama, bahwasanya kalimat "engkau berada pada tempatmu" (أنت على مكانك) berarti Ummu Salamah ra "sudah berada pada posisi beliau sebagai ahlulbait", karena beliau adalah istri Nabi saw, sehingga tidak perlu lagi masuk sebagai ahlulkisa.

Ini diperkuat oleh kalimat berikutnya "engkau menuju kebaikan" (وأنت إلى خير).

Untuk lebih jelas, mari kita lihat hadits kisa yang lain, sebagai berikut:

فقلت: أنا يا رسول الله ألست من أهل البيت؟ قال: "إِنَّكِ إلَى خَيْرٍ، أَنْتِ مِنْ أَزْوَاجِ النِّبِيِّ

"Maka aku (Ummu Salamah ra) berkata, aku (juga) wahai Rasulullah, bukankah aku juga termasuk ahlulbait? Rasulullah berkata, sesungguhnya engkau menuju kebaikan, engkau termasuk istri-istri nabi"


Perhatikan, bahwa jawaban Nabi saw pada kalimat "engkau menuju kebaikan" (وأنت إلى خير), bukanlah menolak / menafikan pertanyaan Ummu Salamah ra, tapi justru meneguhkan posisi beliau sudah sebagai ahlulbait, karena beliau adalah istrinya saw. Hadits lengkapnya silakan rujuk ke catatan kaki 3).

Jika ini kurang jelas, maka mari kita lihat hadits kisa berikutnya:

قال: "هَؤُلاءِ أَهْلُ بَيْتِي". فقالت أم سلمة: يا رسول الله أدخلني معهم. قال: "إِنَّكِ مِنْ أَهْلِي

"...Rasulullah berkata, (Ya Allah,) mereka ahlulbaitku, maka Ummu Salamah berkata, wahai Rasulullah, masukkan aku bersama mereka, Rasulullah berkata, engkau termasuk keluargaku"


Redaksi lengkap hadits ini ada pada catatan kaki 4)

Jadi, jelas bahwa arah pembicaraan Nabi saw bukan menolak, menafikan atau mengeluarkan Ummu Salamah ra dari ahlulbait. Namun, Nabi saw sedang menjelaskan bahwa ahlulkisa adalah sebagai bagian dari ahlulbait.

Sedangkan Ummu Salamah ra sudah menjadi bagian dari ahlulbait sehingga tidak perlu lagi masuk ke dalam ahlulkisa.

Yang terjadi di sini adalah, Nabi saw sedang menjelaskan siapa "ziyadah kum" (penambahan mukhatab dari antunna menjadi antum) dalam ayat tathhir 33:33, bahwa Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiallahu anhum, mereka semua adalah termasuk bagian dari "antum" ahlul bait.

Apabila ada yang masih ragu dengan keterangan di atas, dengan dalih bahwa  Ummu Salamah ra tidak masuk ke dalam kisa adalah bukti, maka mari kita tengok hadits kisa berikut:

قلت : يا رسول الله، ألست من أهلك ؟ قال : " بلى، فادخلي في الكساء ". قالت : فدخلت في الكساء بعدما قضى دعاءه لابن عمه علي وابنيه، وابنته فاطمة رضي الله عنهم

"Aku (Ummu Salamah ra) berkata, Ya Rasulullah bukankah aku juga bagian dari keluargamu? Rasulullah berkata, "benar demikian, maka masuklah engkau ke dalam kisa ini", maka aku (Ummu Salamah ra) pun masuk ke dalam kisa, setelah selesai doa beliau pada putra pamannya, Ali dan kedua putranya (Hasan dan Husain) dan putri Rasulullah, Fathimah, radhiyallahu anhum".

Hadits selengkapnya, silakan melihat catatan kaki 5)

Jelas sekali, kedudukan Ummu Salamah ra sebagai ahlulbait Nabi saw. Bila Anda bertanya, mengapa Ummu Salamah ra tidak masuk bersama ahlulkisa? Tentu saja seperti yang kami kemukakan di atas, bahwa Ummu Salamah ra adalah ahlulbait karena kedudukannya sebagai istri Nabi saw,sehingga tidak perlu lagi masuk di dalam kelompok ahlulkisa.

Selain itu, tidak masuknya Ummu Salamah ra bersama ahlul kisa juga untuk melindungi kedudukan istri-istri Nabi saw yang lain. Kiranya Ummu Salamah ra masuk juga sebagai ahlulkisa, maka akan terjadi pengkhususan terhadap Ummu Salamah di atas istri-istri Nabi saw yang lain. Jadi dengan demikian, dengan tidak masuknya Ummu Salamah ra ke dalam kisa bersama ahlulkisa mempunyai hikmah yang besar, yaitu tetap menjaga Ummu Salamah ra (sebagai ahlulbait) yang kedudukannya setara dengan istri-istri Nabi saw yang lain.

Perlu juga ditambahkan, bisa jadi kurang pantas bila Ummu Salamah ra masuk bercampur dengan ahlulkisa pada waktu bersamaan, mengingat di dalamnya terdapat Sayyidina Ali kw. yang bukan mahram bagi beliau.

Sekali lagi perlu digarisbawahi bahwa hal ini meneguhkan bahwasanya Ummu Salamah ra bukan ahlulkisa, tetapi beliau adalah istri Nabi saw, yang merupakan anggota ahlulbait.

PENDAPAT KETIGA

Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama, bahwa perubahan dari kata ganti "antunna" menjadi "antum" dipahami sebagai ziyadah mukhatab, atau terdapat penambahan orang kedua. Di mana ziyadah-nya adalah tambahan seluruh anggota ahlulbait lainnya. Sehingga anggota ahlul bait ini menjadi utuh. Sebagaimana redaksi ayat 33:33 yang menerangkan bahwa antum adalah ahlulbait Nabi saw (عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ).

Dari uraian di atas jelas, bahwa "antunna" (istri-istri Nabi saw) adalah bagian dari ahlulbait, demikian pula ahlulkisa (di luar diri Nabi saw), termasuk dzuriyah Nabi saw yang bersambung nasab dengan beliau juga adalah bagian dari ahlulbait, meskipun mereka tidak / belum hadir saat ayat tersebut turun.

Adapun, argumen tentang masuknya dzuriyah Nabi yang intisab kepada beliau saw sebagai ahlulbait telah kami sampaikan dalam tulisan terpisah, yang dapat Anda temukan melalui link berwarna ini

KESIMPULAN

Pada akhir tulisan ini, dapat kita sajikan beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Ayat Tathhir, Al-Ahzab 33:33 adalah bagian dari sebuah rangkaian ayat, dari ayat ke-28 hingga ayat ke-34.

2.  Ayat-ayat tersebut disampaikan dengan format: Nabi saw sendiri sebagai mukhatib ayat (pembicara).

3. Mukhatab ayat (yang diajak bicara) dari rangkaian ayat tersebut ada 2 dhamir (kata ganti), yang pertama adalah antunna, yaitu istri-istri Nabi saw dan yang kedua ada pada penggalan ayat ke-33, adalah antum (semua anggota ahlulbait).

4. Perubahan dhamir (kata ganti) antunna menjadi antum adalah karena adanya ziyadah mukhatab (tambahan orang yang diajak bicara).

5. Ziyadah mukhatabnya bukan diri Nabi saw, sebab beliau adalah mukhatib / mutakallim 
(pembicara). Akan tetapi, mukhatab-nya adalah tambahan seluruh anggota ahlulbait selainnya, sehingga seluruh anggota ahlulbait menjadi utuh.

6. Ziyadah mukhatab ayat juga memuat mukhatab ghaibah, yaitu mukhatab yang  secara wujud tidak hadir (tidak berada) bersama dalam majlis khitabah. Sebagaimana dalam kasus Hud 11:73, ahlulbait Nabi Ibrahim As di samping mencakup Siti Sarah, juga mencakup Ismail As dan Siti Hajar yang terpisah dari majlis khitabah, yang saat itu berada di lembah Mekah. Ahlulbait Nabi Ibrahim As Juga mencakup Ishaq As dan Ya'kub As serta keturunan beliau lainnya yang saat ayat itu turuh, mereka semua belum lahir.
Demikian pula dalam kasus Al-Ahzab 33:33, mencakup di dalamnya zuriyat Nabi saw meskipun belum lahir pada saat ayat tersebut turun.

7. Ahlulkisa adalah 5 orang, yaitu Nabi saw, Fathimah, Hasan, Husain dan Ali radhiallahu anhum. Ahlulkisa selain Nabi saw (4 orang) adalah bagian dari ahlulbait.

8. Hadits kisa yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah Ra tidak menolak beliau sebagai ahlulbait, namun justru mengukuhkan Ummu Salamah Ra sebagai istri Nabi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari ahlulbait Nabi saw. Hadist tersebut hanya menjelaskan bahwa Ummu Salamah Ra bukan ahlul kisa.

Demikian, semoga bermanfaat.


Wallahu a'lam.


-------------------------------
Catatan kaki:
1) Shahih Bukhari
 الجزء رقم :6، الصفحة رقم:119

4793 حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ ، حَدَّثَنَاعَبْدُ الْوَارِثِ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ ، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : بُنِيَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ بِخُبْزٍ وَلَحْمٍ، فَأُرْسِلْتُ عَلَى الطَّعَامِ دَاعِيًا فَيَجِيءُ قَوْمٌ، فَيَأْكُلُونَ، وَيَخْرُجُونَ، ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ، فَيَأْكُلُونَ، وَيَخْرُجُونَ، فَدَعَوْتُ حَتَّى مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُو، فَقُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللَّهِ، مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُوهُ. قَالَ : " ارْفَعُوا طَعَامَكُمْ ". وَبَقِيَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ يَتَحَدَّثُونَ فِي الْبَيْتِ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَانْطَلَقَ إِلَى حُجْرَةِ عَائِشَةَ، فَقَالَ : " السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ ". فَقَالَتْ : وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ، كَيْفَ وَجَدْتَ أَهْلَكَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ ؟ فَتَقَرَّى حُجَرَ نِسَائِهِ كُلِّهِنَّ يَقُولُ لَهُنَّ كَمَا يَقُولُ لِعَائِشَةَ، وَيَقُلْنَ لَهُ كَمَا قَالَتْ عَائِشَةُ، ثُمَّ رَجَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا ثَلَاثَةُ رَهْطٍ فِي الْبَيْتِ يَتَحَدَّثُونَ - وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَدِيدَ الْحَيَاءِ - فَخَرَجَ مُنْطَلِقًا نَحْوَ حُجْرَةِ عَائِشَةَ، فَمَا أَدْرِي آخْبَرْتُهُ، أَوْ أُخْبِرَ أَنَّ الْقَوْمَ خَرَجُوا، فَرَجَعَ حَتَّى إِذَا وَضَعَ رِجْلَهُ فِي أُسْكُفَّةِ الْبَابِ دَاخِلَةً وَأُخْرَى خَارِجَةً أَرْخَى السِّتْرَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ، وَأُنْزِلَتْ آيَةُ الْحِجَابِ.

2) Sunan At-Tirmidzi
الجزء رقم :6، الصفحة رقم:125

3787 حدثنا قتيبة بن سعيد ، قال : حدثنا محمد بن سليمان ابن الأصبهاني ، عن يحيى بن عبيد ، عن عطاء بن أبي رباح ، عن عمر بن أبي سلمة ربيب النبي صلى الله عليه وسلم، قال : نزلت هذه الآية على النبي صلى الله عليه وسلم { إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا } في بيت أم سلمة، فدعا النبي صلى الله عليه وسلم فاطمة، وحسنا، وحسينا، فجللهم بكساء، وعلي خلف ظهره، فجلله بكساء، ثم قال : " اللهم هؤلاء أهل بيتي، فأذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا ". قالت أم سلمة : وأنا معهم يا رسول الله ؟ قال : " أنت على مكانك، وأنت إلى خير "

3) Tafsir At-Thobari, pada ayat tathhir
حدثنا أَبو كريب، قال: ثنا حسن بن عطية، قال: ثنا فضيل بن مرزوق، عن عطية، عن أبي سعيد، عن أم سلمة؛ زوج النبي ﷺ أن هذه الآية نزلت في بيتها ﴿إِنَّمَا يَرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا﴾ قالت: وأنا جالسة على باب البيت، فقلت: أنا يا رسول الله ألست من أهل البيت؟ قال: "إِنَّكِ إلَى خَيْرٍ، أَنْتِ مِنْ أَزْوَاجِ النِّبِيِّ ﷺ". قالت: وفي البيت رسول الله ﷺ وعلي وفاطمة والحسن والحسين رضي الله عنهم.

4) Tafsir At-Thobari, pada ayat tathhir
حدثنا أَبو كريب، قال: ثنا خالد بن مخلد، قال: ثنا موسى بن يعقوب، قال: ثني هاشم بن هاشم بن عتبة بن أبي وقاص، عن عبد الله بن وهب بن زمعة، قال: أخبرني أم سلمة أن رسول الله ﷺ جمع عليا والحسنين، ثم أدخلهم تحت ثوبه، ثم جأر إلى الله، ثم قال: "هَؤُلاءِ أَهْلُ بَيْتِي". فقالت أم سلمة: يا رسول الله أدخلني معهم. قال: "إِنَّكِ مِنْ أَهْلِي".

5) Musnad Ahmad
مسند أحمد مسند النساء 26550
سمعت  أم سلمة  زوج النبي صلى الله عليه وسلم حين جاء نعي الحسين بن علي لعنت أهل العراق، فقالت : قتلوه قتلهم الله، غروه وذلوه لعنهم الله، فإني رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم جاءته فاطمة غدية ببرمة قد صنعت له فيها  عصيدة  تحملها في طبق لها حتى وضعتها بين يديه. فقال لها : " أين ابن عمك ؟ ". قالت : هو في البيت. قال : " فاذهبي، فادعيه، وائتني بابنيه ". قالت : فجاءت تقود ابنيها كل واحد منهما بيد، وعلي يمشي في إثرهما، حتى دخلوا على رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأجلسهما في حجره، وجلس علي عن يمينه، وجلست فاطمة عن يساره. قالت أم سلمة : فاجتبذ من تحتي كساء خيبريا، كان بساطا لنا على  المنامة  في المدينة، فلفه النبي صلى الله عليه وسلم عليهم جميعا، فأخذ بشماله طرفي الكساء، وألوى بيده اليمنى إلى ربه عز وجل. قال : " اللهم أهلي، أذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا، اللهم أهلي أذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا، اللهم أهل بيتي أذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا ". قلت : يا رسول الله، ألست من أهلك ؟ قال : " بلى، فادخلي في الكساء ". قالت : فدخلت في الكساء بعدما قضى دعاءه لابن عمه علي وابنيه، وابنته فاطمة رضي الله عنهم.



Sumber gambar : https://islam.nu.or.id/post/read/99847/keharusan-menghormati-ahlul-bait-dan-menasihati-jika-mereka-menyimpang


Komentar

  1. Ada sebagian ulama yang menafsirkan ahlul bait adalah penduduk kota Makkah yang bertakwa. Namun pendapat ini jelas keluar dari konteks pembicaraan ayat.
    Yang berpendapat ayat ini berbicara tentang ahlul kissa' diantaranya mufassir Syi'ah, Thabathaba'i. Pembersihan mereka dari dosa dan penyucian mereka dipahaminya dalam arti ishmat.
    Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa ahlul bait adalah semua anggota keluarga Nabi Muhammad yang bergaris keturunan sampai kepada Hasyim, yaitu putra Abdullah, putra Abdul Muthalib, putra Hasyim

    BalasHapus
  2. Menurut Imam Syafi'i, termasuk keturunan Muthalib, saudara Hasyim, Di mana menurut beliau keluarga Muthalib termasuk yang diharamkan sedekah.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Silakan mengisi komentar

Postingan populer dari blog ini

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَر

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Follower

Cari Blog Ini