Langsung ke konten utama

Pentingnya kaderisasi imam masjid

KADERISASI IMAM MASJID



Cukup sering kita mendengar keluhan mengenai penanganan dan manajemen masjid di Indonesia, terutama di kota-kota besar di Jakarta di mana dana yang dikelola biasanya cukup besar. Di antara obyek-obyek yang dikeluhkan tersebut adalah mengenai imam dan khutbah jumat.

Sangat sering didapati imam bacaannya kurang baik (bahkan kadang keliru), juga materi khutbah yang (mohon maaf) kadang menjemukan, tidak aktual, kurang menyentuh perikehidupan umat, sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap umat selepas melaksanakan ibadah jumat.

Dua minggu lalu, di sebuah masjid di Jakarta, seorang khatib menyinggung hal ini. Kebetulan ybs adalah pengelola pesantren di pinggiran kota Jakarta (di daerah Bogor). Beliau menyatakan bahwa masjid-masjid di Jakarta dan sekitarnya sebagian besar memiliki dana yang cukup besar, namun hampir tidak ada yang manfaatnya berdaya jangkau panjang. Sebagian terbesar dipakai untuk operasional, pengembangan masjid, acara rutin dan infak.

Mengenai kaderisasi dan pendidikan khatib jarang mendapat perhatian yang cukup, sehingga sedikit sekali masjid yang memiliki imam yang qualified, boro-boro menjadi rujukan umat.sekitarnya. Yang terjadi adalah setiap masjid berburu imam dari luar. Sehingga sering terjadi imam masjid bukan orang lokal, bahkan sering juga pada akhirnya masjid "diwarnai" oleh pemahaman baru aliran-aliran lain yang kurang sesuai. Pada gilirannya hal ini menyebabkan masjid menjadi tempat eksklusif dan dijauhi warganya yang asli.

Beliau menyampaikan bahwa, padahal saat ini banyak sekali pesantren yang berkualitas di sekitar Jakarta dan tidak mahal. Termasuk pesantren yang beliau kelola, di mana biaya pendidikan tiap bulan hanya sebesar Rp. 500.000,-. Beliau menganjurkan supaya setiap masjid di Jakarta mengirimkan 2 orang wakilnya (warga setempat) untuk belajar, sehingga kaderisasi Imam dan pengurus masjid bisa berjalan dengan baik. Tidak hanya di pesantren, bahkan masjid-masjid dapat mensponsori pendidikan kader ke tingkat yang lebih tinggi, seperti Al Azhar atau Al Ahqaf. Apabila program ini didukung dan berjalan dengan baik, insya Allah masjid-masjid kita akan menjadi pusat-pusat islam, pusat ilmu dan menjadi tempat rujukan bagi umat.

Saya rasa ide tersebut sangat mencerahkan. Semoga setiap orang dapat menyampaikannya kepada para pengurus masjid di sekitarnya, sehingga program ini berjalan dengan baik. Kita bisa berharap, 10 tahun ke depan Jakarta yang memiliki banyak masjid akan menjadi berkah dengan masjidnya yang menjadi pusat akhlak dan pusat perbaikan masyarakat, amin. Anda siap?

Wa billahi taufiq...



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَر

Follower

Cari Blog Ini