Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan
Oleh : Almar Yahya
Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail As saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya.
Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?
Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21).
Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat.
Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb :
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ
اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢)
102.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab:
"Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
engkau akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".
Alasan 1
Dalam ayat di atas disebutkan "tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)". Penggunaan kata "بَلَغَ" (sampai) menunjukkan bahwa saat itu (nabi) Ismail telah sampai pada umur tertentu. Ulama fiqih menamai usia "baligh" apabila seorang anak telah mencapai kedewasaan, yang ditandai oleh munculnya tanda-tanda sekunder, yaitu sekresi indung telur (menstruasi) bagi anak perempuan dan sekresi sperma bagi anak laki-laki. Boleh jadi ada yang berpendapat bahwa kata "sampai" hanya menunjukkan usia melewati fase pertama masa pendidikan, yaitu 6 tahun.
Namun kata "مَعَهُ السَّعْيَ" menekankan bahwa "baligh" tersebut berkaitan dengan kemampuan yang lebih tinggi dan "setara" dengan bapaknya (ma'ahu = bersama-sama) yang menunjukkan kedewasaan yang lebih tinggi.
Alasan 2
Penggunaan kata "فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى" di mana Nabi Ibrahim As meminta pendapat kepada anaknya mengenai perintah Allah yang disampaikan lewat mimpi beliau. Dialog ini menggambarkan hubungan "Ayah-Anak" sudah sampai pada fase ke-3 pendidikan (usia 15-21), di mana pada usia ini pendidik (orang tua) menempatkan anak pada kedewasaan yang setara seperti seorang sahabat.
Boleh jadi ada pendapat yang mengatakan bahwa pada usia sebelum itu, juga wajar seorang pendidik (orang tua) meminta pendapat anaknya. Namun pendapat tersebut lemah pada kasus ini, mengingat objek pendapat berkenaan dengan masalah yang berat, bukan hal-hal yang lebih sederhana seperti pertanyaaan tentang makanan kesukaan, pilihan warna, baju dsb.
Dalam hal ini, objek pertanyaan tidak hanya menyangkut keputusan masa depan, bahkan menyangkut hidup dan mati. Di sisi lain, Nabi Ibrahim As juga menginginkan jawaban anaknya yang menggambarkan pandangan dan kesiapan sang anak sehingga beliau lebih yakin akan keputusannya dan untuk meneguhkan hati. Hal ini tergambar jelas dalam jawaban Ismail As pada ayat di atas.
Alasan 3
Jawaban yang disampaikan Ismail As kepada ayahnya sangat lugas, tidak mengandung keraguan, bahkan dapat meneguhkan keputusan ayahandanya. Jawaban seperti ini sama sekali bukan jawaban kanak-kanak bahkan bukan jawaban anak remaja sekalipun.
Kata "kerjakan apa yang diperintahkan kepadamu" menunjukkan bahwa Ismail As telah berani mengambil keputusan sendiri. Ini sangat berbeda dari jawaban yang umum dari seorang kanak-kanak / remaja yang menurut dan menyerahkan urusan kepada orang tuanya. Jawaban yang lazim muncul pada kanak-kanak / remaja adalah semacam "terserah Ayah saja", atau "urusan ini saya serahkan keputusanya pada Ayah".
Barangkali ada argumen lain yang menyatakan bahwa jawaban tersebut menjadi wajar, karena Ismail As adalah manusia pilihan Allah SWT yang kelak diangkat menjadi nabi. Menurut hemat kami, argumen ini tidak memiliki akar yang kuat, mengingat bahwa seorang nabi juga seorang manusia yang tak lepas dari karakter fitrah anak-anak dan fitrak pendidikan.
Coba kita bandingkan dengan kisah Nabi Muhammad SAW sewaktu kecil, ketika didatangi oleh malaikat pada peristiwa pembelahan dada beliau. Kisah ini meskipun berbeda versi pada detilnya, namun menggambarkan kejadian besar yang menimpa diri Nabi. Saat menceritakan ini, Nabi Saw menggambarkan pada saat itu dirinya ketakutan.
Apabila (nabi) Ismail adalah seorang pilihan Allah SWT, maka (nabi) Muhammad Saw adalah manusia paling terpilih dari seluruh nabi, seluruh rasul, seluruh manusia dan makhluk lain, karena beliau sayyidul anbiya wal mursalin. Namun tetap saja, beliau saat itu merasakan takut karena beliau belum sampai pada usia yang cukup untuk mengerti dan berfikir sebagai dewasa.
Alasan 4
Akhir kisah ini adalah digantinya penyembelihan dengan hewan qurban (seekor domba / kambing). Lebih lanjut penyembelihan hewan qurban menjadi ibadah setiap tahun.
Kita perhatikan bahwa tebusan sebagai ganti penyembelihan adalah kambing yang telah dewasa. Syarat kambing kurban adalah kambing (diutamakan) jantan yang telah dewasa, di mana giginya telah pupak. Ini sejalan dengan yang digantikan : (nabi) Ismail yang telah dewasa dan telah baligh.
Demikian, wallahu a'lam.
Note : Sebagai tambahan, silakan baca juga komentar / tanya jawab di bagian bawah tulian ini.
Daftar isi blog : https://almaryahya.blogspot.com/p/daftar-isi.html
Coba baca kisahnya yg benar di kitab nya orang Yahudi, karena sejak jman dahulu mereka memiliki budaya untuk mendidik anak2 menghapal taurat dengan cara dinyanyikan, dengan tujuan gar mereka mengingat kitab taurat.
BalasHapusKebenaran itu tdk perlu tafsiran.manusia atau dukungan manusia, atau kitab2 lainnya. cukup dari kitab yg secara tegas menyatakan kisahnya.
Lihat yesaya 42, kejadian 25 13 (kedar)
HapusSampai sekarang, gak orang yahudi yg bisa hapal kitabnya, tapi al quran, yg umur 5 tahun pun banyak yg bisa hapal.
HapusJadi logika anda belajar sambil nyanyi itu "Halu"
Dua kitab suci dari agama samawi/agama langit isinya tidak sama mana yang harus kita jadikan panutan? Injil yang gak benar apa Allah Qur'an yang keliru? Salah satu pasti bohong sebab tidak mungkin dua2 nya benar
BalasHapusMenurut keyakinan Islam, kisah penyembelihan terjadi pada putra Ibrahim AS yang pertama, yaitu Ismail AS.
BalasHapusPada ayat di atas tidak disebutkan nama "Ismail", namun Al-Qur'an memberikan penjelasan yang kuat denngan rincian dan urutan ayat, sehingga pembaca Al-Quran dapat memahami bahwa anak tersebut adalah Ismail. Hal ini juga menjadi kesepakatan ulama, bahwa anak pertama Nabi Ibrahim adalah Ismail, dan kepada beliaulah kisa penyembelihan itu terjadi.
Mari perhatikan, bahwa ayat yang kami kutip di atas adalah ayat 102.
Mari kita perhatikan ayat sebelumnya, yaitu ayat 100 dan 101.
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101)
"(Nabi Ibrahim berdoa) ya Tuhanku, anugerahilah aku anak yang shalih (100).
"Maka kami beri ia kabar gembira (dikabulkan) dengan seorang anak yang amat sabar" (101)
Dengan demikian jelas, bahwa yang disebutkan dalam ayat 102: "maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)..." adalah anak pertama, yaitu Ismail AS.
Bagi kami, tidak ada masalah, apabila kaum Nasrani dan kaum Yahudi meyakini berbeda (bahwa kisah itu terjadi pada Ishak).
Ini adalah keyakinan masing-masing pemeluk agama yang sama-sama kita hormati.
Namun amat menarik, bahwa meskipun kaum Nasrani dan Yahudi berbeda soal nama, semuanya baik Muslim, Nasrani maupun Yahudi sama-sama sepakat, bahwa anak pertama Ibrahim AS adalah Ismail AS.
Demikian, wallahu a'lam.
Ini kami kutip dari wiki:
BalasHapus"Ishmael,[a] a figure in the Tanakh and the Quran, was Abraham's first son according to Jews, Christians and Muslims. Ishmael was born to Abraham and Sarah's handmaiden Hagar (Hājar) (Genesis 16:3). According to the Genesis account, he died at the age of 137 (Genesis 25:17)."
sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Ishmael
Min maaf bertanya, manakah yang lebih dulu terjadi, perintah menyembelih nabi Ismail allaihi salam atau penemuan sumber mata air zamzam?
BalasHapusPenemuan sumber mata air zamzam terjadi tidak lama setelah Siti Hajar dan (Nabi) Ismail yang masih bayi ditinggal oleh ayahnya, Ibrahim di lembah makah. Saat persediaan air yang dibawa oleh Siti Hajar habis sama sekali, bayi Ismail AS menangis, dan seterusnya.
BalasHapusIntinya Zam zam "ditemukan" saat Ismail AS masih bayi.
Sedangkan perintah penyembelihan terjadi beberapa belas tahun setelah itu, ketika Nabi Ismail AS memasuki usia baligh.
Wallahu a'lam
Min...mhn maaf ini ada ceramahnya ustaz khalid bassalama yg mengatakan bhw, nabi ismail mau disembelih pada saat nabi ismaill sdh menikah dgn wanita dari suku jurhum...Apakah itu benar? Smntra setahu yg prnh sy dgr bhw nabi ismail mau disembelih pada usia 7 tahun..
BalasHapusTerima kasih atas pertanyaannya, semoga Allah SWT merahmati Anda dan keluarga, amin.
HapusMengenai perbedaan tersebut, akan lebih tepat kiranya jika ditanyakan langsung kepada beliau.
Boleh jadi, perbedaan tersebut merupakan salah satu khazanah dari kekayaan sejarah kenabian dalam islam.
Beberapa hal yang dapat kami sampaikan antara lain:
1. Pendapat yang disampaikan Ust Khalid Basalamah, di satu sisi menguatkan pendapat yang kami ketengahkan dalam tulisan di atas, bahwa kisah penyembelihan tidak terjadi saat Nabi Ismail dalam usia kanak-kanak, namun terjadi setelah beliau AS lebih dewasa. Hanya saja Ust. Khalid menyampaikan lebih jauh, bahwa peristiwa terebut bahkan terjadi setelah kenabian Ismail AS dan setelah beliau AS menikah.
2. Namun, sesuai tulisan di atas, kami lebih condong pada pendapat bahwa kisah tersebut terjadi saat awal usia baligh, sebelum kenabian Ismail AS. Hal ini antara lain dapat dipahami dari jawaban Nabi Ismail, (سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ) “Insya Allah, engkau (wahai ayahku) akan mendapatiku termasuk orang yang sabar (menghadapi cobaan).
Apabila saat itu, Ismail AS sudah menjadi nabi, maka tentu beliau sama-sama memiliki jangkauan pemahaman wahyu sebagaimana Nabi Ibrahim AS dan beliau tidak lagi melihat perintah Allah sebagai cobaan untuk dirinya.
3. Pada rangkaian ayat selanjutnya, pada ayat 105, Allah berfirman (قَدۡ صَدَّقۡتَ الرُّءۡيَا ۚ اِنَّا كَذٰلِكَ نَجۡزِى الۡمُحۡسِنِيۡنَ) “sesungguhnya Engkau (wahai Ibrahim) telah membenarkan mimpi (wahyu) itu. Kata (صَدَّقۡتَ) menunjukkan yang diajak bicara adalah orang kedua tunggal. Sekiranya Ismail AS saat itu juga nabi, maka perintah itu berlaku buat keduanya, dan kata yang diagunakan utuk orang kedua ganda, yaitu (صَدَّقۡتمَا).
4. Pada rangkaian ayat selanjutnya, pada ayat 112, Allah berfirman (وَبَشَّرۡنٰهُ بِاِسۡحٰقَ نَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيۡنَ) “dan Kami berikan ia (Ibrahim AS) kabar gembira dengan (akan lahirnya) Ishaq (yang akan menjadi) nabi yang termasuk golongan sholihin. Ayat ini mengindikasikan bahwa peristiwa penyembelihan tersebut terjadi sebelum kelahiran Ishaq AS, yang mana menurut banyak kisah, jarak usia Nabi Ismail dan Nabi Ishaq AS adalah pada kisaran 13-15 tahun.
Demikian, Wallahu a’lam