Langsung ke konten utama

Ghibah, Penyakit Sosial dan Kerusakan Masyarakat



GHIBAH PENYAKIT SOSIAL DAN KERUSAKAN MASYARAKAT



Allah berfirman :


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (١٢)

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Apakah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang".

“Apakah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya”.


Perhatikan arti ayat yang dicetak tebal. Perhatikan bagaimana Al-Qur'an berbicara dengan sangat sederhana, namun amat dalam dan luas cakupannya.

Dalam kalimat singkat di atas ada 2 pihak, yakni
  1. Seorang di antara kamu, berbentuk orang ke-3 tunggal  yang berarti sejumlah kecil manusia.
  2. Kalian / orang ke-2 jamak, yang sedang diajak bicara, berarti masyarakat besar manusia.

Pertama Allah SWT bertanya, apakah seorang di antara kamu menyukai (sangat suka / hampir-2 cinta) memakan daging saudaranya yang sudah mati. Kemudian Allah SWT langsung menyatakan kepada seluruh manusia : tentu (pasti / mestinya / seharusnya / tidak wajar kalau kalian tidak) membenci perbuatan itu.

Mari kita lihat lebih dalam.

  1. Kata “apakah dia suka” (أَيُحِبُّ) menggunakan huruf alif di depan yang berarti pertanyaan : apa dia suka, juga bisa berarti pertanyaan : apakah wajar, atau bisa berarti pula pernyataan : tidaklah wajar / tidaklah patut.
  2. Kata di atas juga menggunakan bentuk present yang berarti pekerjaan itu sedang berlangsung atau akan berlangsung
  3. Selesai bertanya, Allah SWT langsung menyatakan “tentu kalian membencinya”. Perhatikan bahwa subjek pertanyaan dan subjek jawaban berbeda. Yang ditanya orang ke-3 tunggal, tapi jawabannya diarahkan kepada orang ke-2 jamak.

Banyak pengertian bisa diambil dari ayat pendek di atas :

  1. Pekerjaan ghibah (menggunjing / mencari keburukan orang lain) Allah samakan dengan memakan daging bangkai saudaranya. Perhatikan kata “dalam keadaan mati” (مَيْتًا) setelah kata “daging saudaranya sendiri” menambah kesan “menjijikkan”.
  2. Karena pekerjaan itu amat buruk, maka Allah menempatkan orang tersebut di luar pembicaraan.
  3. Pertanyaanya menggunakan huruf alif, yang bisa berarti “tidak pantas”, yang pengertiannya “seharusnya tidak terjadi”.
  4. Menggunakan bentuk sedang atau akan terjadi, menunjukkan bahwa memang ada dalam masyarakat sejumlah orang yang melakukan pekerjaan tersebut dengan tingkatan “suka / senang, bahkan sampai pada tingkatan cinta. Baik pekerjaan “ghibah” maupun pekerjaan “memakan bangkai” (naudhubillah min dzalik).
  5. Jawaban ayat ini menunjuk pada orang banyak, menunjukkan bahwa masyakarat harus membenci pekerjaan itu. Inilah yang paling penting. Di sinilah kuncinya : Masyarakat.


Bahwa solusi terhadap masalah sosial semacam di atas bahkan yang lainnya, adalah dengan cara membentuk masyarakat yang kuat dan aktif. Masyakarakat harus aktif dan melawan semua gerakan / nilai-2 anti sosial. Manusia adalah makhluk sosial, ketika masyakarat tidak mentolelir suatu nilai, maka nilai itu akan mengecil dan pupus dengan sendirinya. Sebailiknya ketika suatu nilai ditolelir / masyarakat permisif atasnya, maka nilai itu pasti akan berkembang, membesar, bahkan akan menjadi nilai yang melekat dan dianut masyarakat itu sendiri (budaya).

Ini berlaku buat semua hal yang terkait dengan kebiasaan dan tingkah laku masyarakat, termasuk pergaulan bebas, kumpul tanpa menikah, perilaku menyimpang lgbt, hingga homoseksual dan lesbianisme. Pada saat ini semua hal tersebut terus bekembang karena masyarakat mentolelirnya.

Kita dapat perhatikan bahwa :
Dahulu orang malu untuk "berpacaran" di depan umum, sekarang hal ini menjadi hal umum.
Dahulu seorang bapak bisa memutuskan hubungan, bahkan bisa-bisa (mohon maaf) membunuh anaknya yang hamil di luar nikah, sekarang hamil di luar nikah sudah menjadi hal umum.
Dahulu orang malu bergaul dengan (mohon maaf) banci, sekarang tidak.
Dahulu homoseksual / lesbianisme hanya cerita masa lalu, sekarang di beberapa Negara sudah dilegalkan dan di negara kita mulai menjadi pembicaran publik, bahkan mulai diterima.

Perhatikan bahwa media (terutama televisi) kita gencar-gencarnya mensosialisasi nilai-2 amoral dan anti sosial, baik melalui film, sinetron, komedi, dan acara-acara lain, di mana sebagian pemerannya membawakan nilai-2 baru yang buruk dan berbahaya.

Kuncinya ada pada kita (masyarakat) apakah akan menerima atau tidak… akan kita sukai, atau kita benci...

Yang jelas Allah SWT telah menyatakan dengan sangat sederhana dan tegas : “TENTU KALIAN MEMBENCINYA”

Wallahu a’lam.



Komentar

Posting Komentar

Silakan mengisi komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَر

Follower

Cari Blog Ini