3 KEBIJAKAN FUNDAMENTAL DAN STRATEGIS BAGI NKRI
Pemilihan presiden
tinggal di depan mata. Apakah presiden berikutnya hanya menambah daftar kepala
Negara, namun tidak terlalu banyak membuat perubahan positif bagi bangsa Negara
dan rakyat Indonesia? Semua berpulang pada kebijakan yang akan diambil nanti.
Sekedar berandai-andai, kami mencermati, ada 3
kebijakan fundamental dan strategis yang perlu dilakukan untuk membuat
perbaikan besar bagi Negara dan Bangsa ini.
PERTAMA, selamatkan rupiah!
menyelamatkan rupiah sama dengan menyelamatkan
ekonomi rakyat, negara, bangsa dan tanah air sekaligus. Bagaimana caranya?
Standarkan rupiah dengan emas (gunakan kurs tetap-emas). Untuk setiap
rupiah yang beredar, negara harus punya stok emas dalam nilai yang sama. Rasanya ini tidak terlalu sulit mengingat bumi kita memiliki cadangan emas yang sangat besar. Pemerintah
hanya boleh menambah uang beredar bila ada tambahan stok emas. Dengan demikian pada
waktu kapanpun nilai rupiah akan selalu sama dengan nilai emas. Dengan kata lain, nilai
rupiah tidak akan pernah turun.
Apabila
pendapatan
seseorang pada tahun ini cukup untuk membeli sejumlah barang tertentu, maka pendapatan dengan jumlah
yang sama juga cukup untuk membeli barang yang sama 10 bahkan 20 tahun yang akan
datang. Demikian pula dengan aset-aset yang ada dalam NKRI, akan memiliki nilai yang
sangat stabil dari waktu ke waktu.
Apabila suatu saat harga emas dunia naik, maka
nilai rupiah juga akan turut naik (sebenarnya saat itu yang terjadi adalah
penurunan rata-rata nilai mata uang dunia, namun rupiah tidak ikut turun). Nilai rupiah dan seluruh asset dalam NKRI akan
sangat stabil dibanding mata uang negara-negara lain yang tidak bersandar pada
emas.
Dampak
lain adalah, di Indonesia tidak ada lagi yang akan membeli emas batangan untuk investasi. Mereka
hanya membeli emas untuk perhiasan dan dalam jumlah seperlunya, tidak untuk disimpan
dan dijual kembali untuk mendapat
selisih harga. Perilaku memborong emas untuk dijual kembali
adalah perilaku yang merusak.
Seolah-olah saat harga
emas naik karena hukum permintaan, mereka mendapat keuntungan selisih harga. Sebenarnya yang terjadi
adalah penurunan nilai rupiah.
Yang dia peroleh hanya
tidak rugi, bukannya untung. Sebaliknya masyarakat sisanya yang tidak turut melakukan pemborongan
emas menjadi rugi karena nilai uangnya menurun. Dengan standarisasi rupiah-emas
maka perilaku demikian dengan sendirinya tidak akan terjadi lagi.
Mengapa demikian, karena sepanjang waktu, nilai
uang selalu sama dengan nilai emas. Menyimpan rupiah sama saja dengan menyimpan emas. Jadi bila mereka membeli emas melebihi kebutuhan, maka
mereka rugi sendiri karena adanya biaya jual beli.
KEDUA, memangkas gaji tunai yang diterima oleh semua pejabat negara dan pejabat
pemerintahan tanpa kecuali.
Sebelumnya, ada 2 hal yang perlu diluruskan terlebih dahulu :
a.
Bahwa kemakmuran seseorang tidak ditentukan dari
jumlah uang yang diterima atau dikumpulkan, tapi ditentukan dari jumlah yang
dibelanjakan. Kualitas konsumsi seseorang menentukan tingkat kemakmuran.
Dengan
demikian, sebenarnya seseorang lebih perlu memenuhi kebutuhan pada tingkat
kualitas tertentu dari pada menerima pendapatan sejumlah tertentu.
b. Setiap pejabat negara dan pemerintah harus
memiliki "kekebalan" (resistensi) dari perilaku buruk (baca : suap). Resistensi
tersebut terbentuk minimal dari 2 kondisi :
1.
Semua pejabat
harus memiliki tingkat moral tertentu.
2.
Semua pejabat
harus terpenuhi kebutuhannya hingga tingkat tertentu.
Tidak setiap orang memiliki tingkat moral yang tinggi. Dibutuhkan
standar moral tertentu dan pemeliharaan moral yang berkelanjutan untuk memenuhi
kriteria ini. Itu sebabnya, tidak semua orang bisa menjadi pejabat negara. Hanya
manusia-manusia khusus yang memiliki tekad dan integritas yang tinggi untuk mengabdi dan melayani masyarakat (public servant) yang
bisa menjadi pejabat negara dan pemerintahan. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang khusus. Mereka hidupnya
tidak material oriented, namun lebih bersifat social oriented dan spiritual
oriented. Mereka lebih gembira dengan bekerja untuk meringankan beban orang
lain dan sangat berjiwa sosial.
Dengan demikian kita memerlukan sistem penyaringan
yang efektif.
Apabila orang yang tepat telah diperoleh, maka yang dilakukan selanjutnya
adalah pemeliharaan moral berkelanjutan dan berjenjang yang terpadu. kondisi
ini akan mengembalikan fitrah pejabat sebagai pelayan rakyat (civil servant).
Kembali pada langkah kedua di atas, kita
memangkas cash income pejabat dan mengganti dengan pemenuhan kebutuhan yang praktis. Setiap pejabat
negara dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi harus dipenuhi
kebutuhannya hingga tingkat yang memadai sesuai dengan level jabatannya. Negara
membelikan seluruh kebutuhan
mereka, bukannya memberi mereka uang untuk membeli sendiri kebutuhannya. Efek
dari kebijakan ini adalah :
1. Lebih efektif. Setiap rupiah yang
dikeluarkan negara untuk memenuhi kebutuhan pejabat, tidak untuk belanja lain.
2. Lebih efisien. Negara bisa membeli banyak
kebutuhan yang sama sekaligus dalam jumlah besar sehingga pasti lebih efisien.
3. Tidak ada lagi perlombaan ingin kaya dengan
menjadi pejabat. Kampanye yang menghambur-hamburkan dana tidak lagi akan terjadi. Politik uang, penyelewengan
dana partai politik, politik dagang sapi dan lain 2 dengan sendirinya akan
menurun secara drastis. Semua pihak akan menyadari bahwa (menjadi) pejabat tidak memiliki banyak uang
(bahkan uang tunai mereka lebih sedikit dibanding rata-2 masyarakat).
4. Dengan sendirinya terbentuk sistem saringan
seleksi pejabat di mana relatif hanya orang-orang yang memiliki karakter yang sesuai (tekad dan integritas
yang tinggi untuk menjadi pelayan masyarakat) saja yang akan mengajukan diri.
Orang-orang yang menginginkan kekayaan berlimpah tidak akan punya keinginan jadi pejabat.
Para pejabat juga akan lebih sulit melakukan korupsi. Karena uang / rekening tunai amat kecil
maka ketika terjadi penambahan jumlah besar akan lebih mudah terlacak.
Apakah langkah ini
menjadikan tidak ada seorangpun yang bersedia menjadai pejabat? Pasti tidak demikian.
Seperti disebutkan di atas, meski “gaji tunai” mereka sedikit, Negara wajib
menjamin seluruh kebutuhan mereka dan keluarganya, dengan menyediakan seluruh
fasilitas secara gratis : papan, pangan, pakaian, pendidikan, kesehatan,
transportasi, liburan, dll. Mereka tidak boleh dipusingkan dengan
masalah-masalah tersebut. Pejabat tidak boleh pusing anaknya akan sekolah di
mana, keluarganya yang sakit berobat di mana, dan seterusnya. Negara berterima
kasih kepada mereka dengan memenuhi kebutuhan dan kemakmuran (tentunya secara
berjenjang).
Pendek kata, langkah kedua ini dengan sangat
efektif akan memudahkan tercipta pemerintahan yang bersih sekaligus efisien.
KETIGA, yang perlu dikerjakan adalah menerapkan sistem zakat dalam pajak.
Sebelumnya, mari kita sedikit telaah urgensi zakat bagi sosial ekonomi, mikro dan makro.
Sebelumnya, mari kita sedikit telaah urgensi zakat bagi sosial ekonomi, mikro dan makro.
Pada prinsipnya, kemakmuran ekonomi dalam satu wilayah tertentu berbanding jumlah
penduduk dalam wilayah yang sama bernilai 100%. Dengan demikian apabila ada sedikit
orang yang mengambil / menikmati kemakmuran dalam jumlah yang amat besar, maka akan
mengakibatkan sejumlah besar sisanya harus cukup berbagi sisa kemakmuran dlm jumlah yang amat kecil.
Mari kita sederhanakan persoalan ini dengan
contoh yang mudah. Contoh, sebuah rumah dihuni oleh 7 anggota keluarga: ayah,
ibu, kakek, nenek, seorang anak yang sudah dewasa, seorang anak remaja dan seorang
bayi. Dalam rumah tersebut terdapat satu galon air. Masing-masing mereka
memiliki kebutuhan yang berbeda. Tentunya anak yang dewasa memerlukan air lebih
banyak daripada adiknya yang masih bayi. Demikian pula seorang nenek memerlukan
air minum tidak sama dengan ayah yang bekerja. Selain memiliki kebutuhan, masing-masing
memiliki kemampuan yang berbeda untuk mendapatkan air minum.
Diasumsikan bahwa satu galon air cukup untuk kebutuhan minum seluruh anggota keluarga dalam
1 hari. Namun, jika di antara anggota keluarga yang lebih kuat menggunakan kekuasaannya
untuk mengambil air sangat banyak melebihi kebutuhannya, maka satu galon tidak lagi cukup untuk
memenuhi keluarga pada hari itu. Lebih
parah lagi jika terdapat anggota keluarga yang membuang-buang
air minum dengan percuma, atau membuat simpanan air sendiri, maka akan ada anggota keluarga yang kehausan karena tidak
mendapat bagian yang cukup.
Hal yang sama terjadi
dalam sebuah Negara. Dengan asumsi tidak ada pertumbuhan
ekonomi, maka seluruh penduduk harus berbagi atas jumlah kemakmuran tertentu. Dalam
kajian ekonomi kita dihadapkan dengan masalah pemerataan ekonomi dan
kesenjangan ekonomi.
Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam menyerap / mengambil / mendapatkan manfaat ekonomi. Sehingga untuk menjamin kalangan
yang lemah supaya dapat hidup pada tingkat kesejahteraan tertentu, dibutuhkan peran
pemerintah. Namun,
adalah kurang tepat apabila pemerintah membatasi kemampuan income orang kaya. Harus ada
mekanisme untuk "mengambil kembali" sebagian dari kelebihan (wealthy excess)
dari orang kaya yang nantinya dipergunakan pemerintah untuk membantu kalangan miskin untuk
hidup pada level yang layak.
Sebagaimana prinsip
zakat, maka pajak dikenakan kepada :
1. Orang yang memiliki kekayaan di atas jumlah tertentu.
2. Tarifnya dikenakan pada seluruh excess kekayaan (bukan pendapatan).
Di dalamnya meliputi uang tunai, rekening, termasuk rumah (di luar rumah utama yang titempati), tanah, mobil ke-2 dst, dsb.
Dengan demikian meskipun
Negara tidak membatasi penerimaan warga Negara, namun kekayaan yang dimiliki setiap waraga negara dengan sendirinya akan terbatas. Semakin besar
kekayaan yang dimiliki, maka jumlah pajak akan semakin besar, sehingga akan ada
titik equilibrium, di mana penambahan income akan sama atau lebih kecil dari
jumlah pajak. Orang yang kaya akan berhati-hati membeli emas, tanah, rumah, mobil dll di luar kebutuhan, karena akan dikenai pajak setiap tahunnya, sehingga mereka mengerti bahwa itu bukan investasi, tapi justru akan mengurangi kekayaan mereka (investasi negatif).
Efek kebijakan ini
adalah :
1.
Pemerataan ekonomi. Tidak terjadi lagi sekelompok kecil orang menguasai asset
dalam jumlah yang sangat banyak / besar (termasuk tanah dan asset vital lainnya),
sehingga mencegah harga menjadi sangat tinggi tak terjangkau oleh kalangan menengah-bawah. Dengan berkurangnya (secara drastis) kegiatan pengumpulan harta, maka mekanisme pasar (supply - demand) akan lebih sehat, dan harga akan turun di level yang realistis.
2.
Memangkas kesenjangan. Sebagian dari pajak yang diambil pemerintah dikembaikan kepada rakyat yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kelompok ini akan terangkat hingga berada pada standar kemakmuran yang lebih ideal, sehingga gap antara kelompok miskin - kaya menjadi kecil.
Demikian 3 langkah fundamental strategis yang menurut hemat kami akan berpotensi membuat perubahan yang amat besar untuk memperbaiki aspek ekonomi dan pemerintahan yang pada gilirannya akan menyentuh seluruh aspek dalam NKRI.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.
Wallahu muaffiq ila aqwamit thoriiq.
Bung, kl rrph menguat dari mata uang asing, harga kita tdk bisa bersaing dg luar negeri. Akibatnya eksport turun dan neraca perdagangan menjadi negatif. Ini perlu dipikirkan. Usulan anda bagus, tapi masih ada kelemahanya.
BalasHapusTerima kasih atas komentarnya.
HapusPertama, Anda benar, bahwa tidak ada satupun opsi kebijakan yang bebas kekurangan. Kebijakan moneter yang kami usulkan di atas berefek pada kestabilan rupiah. Dengan system yang sekarang (floating) “harga” rupiah diserahkan pada pasar, plus mengacu pada nilai mata uang asing (i.e. US dollar). Mekanisme pasar memiliki puluhan bahkan ratusan instrument, sehingga sangat sulit bagi BI untuk mengendalikan nilai rupiah. Selain itu, rupiah menjadi sangat tergantung pada nilai mata uang asing.
Anda bisa bayangkan, seluruh asset yang ada dalan NKRI harganya kita serahkan pada pihak lain (pasar) dan dinilai dengan mata uang asing???
Kita tahu bahwa hampir mustahil terjadi fairness dalam pasar, karena hampir selalu terdapat pihak-2 yang memainkan pasar untuk kepentingan kelompok tertentu saja. Apakah kita rela menyerahkan rupiah dan nilai material NKRI pada mereka?
Dalam hal transaksi perdagangan, selama produk dalam negeri kita memiliki keuntungan komparatif, maka kita bisa melakukan eksport. Bahkan dengan stabilnya rupiah maka eksort dan import akan jauh lebih menjanjikan. Semakin kita pruduktif dan efisien serta tidak tergantung pada produk luar negeri, maka neraca perdagangan kita akan bagus.
Demikian saudara, Wallah a’lam.
Apakah anda bermaksud mendukung Prabowo atau Jokowi?
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusAdalah pada tempatnya, kita tidak terkunci pada figur. Namun, lebih kepada pencapaian tujuan didirikannya negara ini,sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD.
HapusSiapapun dia, mari kita dukung.
Cespleng...
BalasHapus