Langsung ke konten utama

Belajar Agama Dari Internet, Dengan Mengenal Standar Umum dan Sifat Agama Islam

Belajar agama dari Internet, dengan mengenal standar umum / sifat Agama Islam

Saat ini dunia maya sudah sangat luar biasa dalam menyediakan berbagai macam informasi, termasuk informasi terkait agama. Sehingga banyak sekali orang memanfaatkan internet untuk belajar agama. Hal ini tentu positif, namun belajar dari internet perlu kehati-hatian ekstra. Internet seperti gudang data, tapi tidak bisa  melakukan pilah-pilih. Pilah - pilih adalah wilayah pencari data. Sehingga pengetahuan dasar yang dimiliki pencari amat menentukan informasi apa yang bakal diterima, dipelajari dan ditelan.

Biasanya pencari data memanfaatkan search engine. Celakanya, apabila search engine yang dipakai berasal dari wibe site tertentu yang sudah memiliki muatan tertentu. Akibatnya informasi yang didapat seluruhnya homogen.

Ini seperti orang yang merasakan titik-titik air di laut. Maka di manapun dia mencicipi, seluruhnya asin. Akan sulit sekali mendapatkan air yang tawar di laut, kecuali beberapa titik saja karena sebab tertentu. Misalnya, air laut di pantai yang dekat dengan gunung yang mengaliri air segar dari gunung. Atau di tengah laut, ketika bersentuhan dengan jenis aliran yang berbeda. Tapi selebihnya sama : asin. Maka, bila seseorang ingin mengetahui tentang air dan ia hanya mengambil dari sampel : laut, maka dia akan keliru memahami air = asin.


Belajar agama tidak bisa asal pungut tanpa tahu sumber dan "telaah" nya. Kembali lagi, yang bersangkutan harus telah memiliki dasar yang memadai sehingga bisa mengenali "jenis-jenisnya". Tanpa dasar yang memadai, seseorang akan mudah sekali "tertipu", menelan yang tidak seharusnya ditelan, bahkan dikuatirkan yang ditelan adalah hal yang berbahaya / ber-racun. Itu sebabnya, sangat dianjurkan (bahkan seharusnya) belajar dari Guru / almamater yang "qualified".


Standar umum mengenal Agama Islam

Setidak-tidaknya ada beberapa standar umum dan mendasar untuk mengenali Islam agama yang benar :

1. Sudah tentu harus berasal dari Allah SWT (Al-Qur'an) dan dari Nabi SAW (Hadis).

Sebagaimana sabda Nabi SAW : "ballighuu anni walau aayah" (sampaikan dariku walaupun satu ayat). Pengertian kalimat tersebut adalah terkait (tidak dapat dipisah) :

a. Sampaikan ayat-ayat Allah SWT.
b. Berasal dari (sesuai pemahaman) Nabi SAW.

2. Islam adalah agama fitrah, untuk seluruh manusia, maka pasti memiliki 2 sifat : Universal (sesuai untuk seluruh waktu, seluruh tempat dan seluruh makhluk) Tidak ekstrim (takarannya tidak kurang dan tidak berlebihan).


Misalnya dalam aplikasi, Negara India memiliki kebiasaan kain sari dengan baju terbuka, maka nilai islam tidak harus memerintah untuk mengganti kain sari dengan pakaian orang arab, seperti burqah dan gamis. Kain sari tetap bisa dipakai, hanya saja harus menutupi aurat sehingga dengan menjadi seorang muslim, orang tsb menempati tata susila dan kesopanan yang tinggi. Jadi ber-islam tidak berarti mengubah adat / kebudayaan dan nuansa lokal menjadi adat / kebudayaan dan nuansa arab. Lokal tetap lokal, islam tidak sama dengan arab. Islam hanya mengubah nilai, yang tidak (atau kurang) berakhlak menjadi berakhlak.

Namun perlu dicatat, kalimat di atas bukan ekstrem "upaya membenci arab", karena hal itu justru sebaliknya dapat merusak beragama islasm, di mana Nabi Saw sendiri (sebagai orang arab) berpesan untuk tidak boleh membenci arab, sebab itu dapat mengantarkan kepada kemunafikan dan kekufuran.


3. Seluruh nilai yang disampaikan oleh islam tidak mungkin bertentangan / kontradiktif satu sama lain. Bahkan tidak mungkin antara madzhab satu dengan lainnya bertentangan. Mungkin secara lahiriah terlihat bertentangan, tapi secara prinsip tidak. Kecuali : Pemahaman si pembaca keliru. Bisa jadi memang ada suatu pandangan dalam madzhab menyimpang dari Allah SWT dan Rasulnya Saw, tapi hal ini di luar pembahasan, karena berarti tidak termasuk agama Islam, seperti Ahmadiah (Menetapkan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi terakhir setelah Nabi Muhammad SAW), Ghulat (mempertuhankan Sayyidina Ali Ra) dll.


Jadi apa yang mungkin berbeda dalam aneka madzhab : hal-hal kecil, aplikatif (bukan prinsip), karena diputuskan oleh prinsip agama (yang sama) dengan mengakomodasi kondisi / situasi lokal dan masa tertentu. Sehingga, bahkan dalam 1 madzhab saja bisa beragam dan berbeda keputusannya apabila berbeda masa dan berbeda kondisi.


4. Ini adalah agama rahmat. Seluruh sisi dari agama ini memberikan nuansa rahmat, baik perintahnya, larangannya, anjurannya dan seluruh sisi-sisinya. Maka akan terrasa sekali adanya penghormatan, kemuliaan, kesejukan, ketentraman, keindahan, keselarasan, kedamaian dst. Tidak ada di dalamnya upaya  membenci, merendahkan, kehinaan, kerancuan, perpecahan dst. 


Maka dari itu, sebaliknya :
1. Apabila bukan dari Allah SWT dan rasulnya SAW, atau bertentangan maka berhati-hatilah, (jangan-jangan itu bukan islam).
2. Apabila yang disampaikan hanya mengacu pada "masa tertentu" dan / atau bersifat / bersikap / berlaku ekstrim, maka berhati-hatilah.
3. Apabila yang disampaikan ada yang bertentangan (antara ayat satu dengan ayat lain, bahkan ayat itu ada ayat qouliyah (Al-Quran) dan ayat kauniyah (alam semesta), atau antara -ayat dengan ayat, atau hadits dengan hadits, maka berhati-hatilah.
4. Rasakan dengan hati nurani dan kejelian fikiran apabila apa yang Anda rasakan tidak memberi nuansa rahmat (baik perintah, larangan, anjuran dll), maka berhati-hatilah.

Oleh karena itu Allah SWT berpesan dalam Alquran, surat Annahl ayat 43 :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
"Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui".


Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَر

Follower

Cari Blog Ini