Langsung ke konten utama

"Tuhan membela nabi-Nya dan kaum mukminin" : Belajar dari Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat ke-9

 

"Rahasia Perlindungan Allah bagi Nabi saw" : Belajar dari Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat ke-9

Bismillahirahmanirrahim,

Surah Al-Baqarah ayat ke-9 berbunyi sebagai berikut :

يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۚ وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَۗ

"Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari."


Bila kita baca terjemahan Qur'an Kemenag di atas, kita akan menemukan kanehan yang luar biasa, apa itu?

Kalimat "Mereka menipu Allah".
Bagaimana mungkin Allah bisa ditipu?

Kita masih bisa memahami kalimat "mereka menipu orang-orang yang beriman", sebab orang-orang yang beriman itu adalah manusia juga, sama layaknya dengan kaum munafik yang memungkinkan untuk bisa ditipu.

Tapi, bagaimana dengan "menipu Allah"? bagaimana kita memahami ini secara logis?

Untuk itu, mari kita belajar dari ayat yang ajaib ini.


Kata yukhadi'un (يُخٰدِعُوْنَ)

Kata ini berasal dari kata "kha-da-'a (خَدَعَ) berarti menipu / mengelabui / memperdaya.. Kata ini berbeda dengan kata "ka-dza-ba" yang berarti mengucapkan kebohongan atau berdusta. 

Kata kha-da-'a tidak hanya berupa ucapan, tapi mencakup "serangkaian perbuatan yang dilakukan dengan kesengajaan untuk tujuan menipu / mengelabui / memperdaya pihak lain".

Dengan demikian, di dalamnya terdapat ucapan, narasi, ajakan, rencana dan bermacam-macam perbuatan lainnya. 

Kata yukhaadi'un berawal dari kata dasar "kha-da-'a; yakh-da-'u", dengan kata benda "kha-da-un; atau "khad-a-tun" yang berarti : tipuan, trik, muslihat dan makna segaris lainnya.

Lalu kata tersebut berubah mengikuti wazan faa-'a-la, menjadi khaa-da-'a, yang memberi makna melakukan bersama-sama

Perubahan kata ini menunjukkan setidaknya terdapat 3 makna, yaitu:

a. Makna Mubalaghah (intensitas dan pengulangan).

Bahwa orang-orang munafik itu melakukan percobaan untuk menipu, yang dilakukan tidak hanya sekali-dua, namun itu dilakukan berkali-kali dengan berbagai cara.

b. Makna Musyarakah (partisipasi ganda).

Bahwa percobaan menipu tersebut dilakukan tidak hanya oleh satu orang atau satu pihak saja, namun dilakukan bersama-sama oleh banyak pihak, secara terorganisir.

c. Makna Tafa'ul (Berlomba)

Menunjukkan bahwa masing-masing kelompok saling berlomba-lomba, untuk mengungguli kelompok lain (sesama mereka) dalam pencapaian untuk menipu (kaum muslimin).

Maka, bentuk kata ini menggambarkan seperti apa upaya orang-orang munafik untuk menipu. Tidak hanya upaya itu dilakukan oleh satu pihak dan sesekali, namun oleh banyak pihak, berkali-kali dan secara terorganisir. 

Bahkan masing-masing pihak saling berlomba untuk menggunguli pihak lain dalam pencapaian hasil menipu itu.

Kata yukhadi'una Allah (يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ)

Sebetulnya, mereka -kaum munafik- mengerahkan segenap usaha mereka untuk menipu kaum muslimin, yang di dalamnya terdapat Nabi Muhammad saw.

Lalu, mengapa Alquran tidak menyebutkan "mereka berupaya menipu kaum muslimin" saja?, atau mengapa tidak mengatakan secara eksplisit "mereka berupaya menipu Nabi Muhammad saw bersama kaum muslimin"?

Mengapa menggunakan diksi "mereka berupaya menipu Allah"?

Apa yang terlintas pada akal Anda?

Di dalamnya terdapat hikmah dan rahasia penting, bahwa Allah Swt akan selalu "campur tangan" untuk melindungi kekasih-Nya, Nabi Muhammad saw.

Ayat ini sedang menunjukkan, bahwa, kapan saja terjadi upaya untuk melakukan hal buruk kepada Nabi Muhammada saw, maka Allah SWT akan "turun tangan" secara langsung untuk melindungi beliau saw.

Allah SWT memberi peringatan kepada seluruh makhluk, bahwa siapapun yang mau mencoba menyakiti Nabi saw, sama saja seperti ia melawan Allah SWT secara langsung, dan Allah menjadikan diriNya sebagai benteng bagi Nabi-Nya.

Sebagaimana salah satu penggalan hadis dari Al-Hakim di dalam Mustadrak 3-5185 (...مَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ) yang berarti "barang siapa menyakiti aku, maka (sama saja ia tengah berupaya) menyakiti Allah"

Allah SWT mengutus makhluk kesayangan-Nya, Muhammad saw, maka Dia sendiri yang akan melindungi dan manjaganya.


Kata walladzina 'Amanu (وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا)

Huruf waw (وَ) adalah waw atf bermakna gabungan.

Menunjukkan bahwa perlindungan Allah bersifat menyeluruh, tidak hanya kepada nabi-Nya, tetapi juga melingkupi kaum mukminin yang sedang bersama beliau saw.

Makna ini memberikan hikmah, bahwa ketika seorang yang beriman, ia sedang beramal mengikuti Nabi saw, maka ia juga turut berada di dalam penjagaan Tuhan yang Mahaperkasa.

Lalu bagaimana keadaan orang-orang yang beriman yang berada dalam "ancaman penipuan" orang-orang munafik itu? mari kita lihat bagian berikutnya.


Kata wa maa yakhda'una illa anfusahum (وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ)

Kata "maa" yang diikuti oleh "illa" memiliki makna penegasan sekaligus pembatasan. Bentuk ini me-negasi-kan semua makna lain, selain yang disebutkan kemudian.

Setidaknya terdapat tiga makna penting, antara lain:

1. Penggunaan bentuk "imperfect tense" (يَخْدَعُوْنَ), menunjukkan bahwa perkerjaan penipuan itu meskipun dimulai pada masa lalu, tetapi tidak berhenti, masih terus berlangsung.

2. Semua upaya penipuan itu tidak ada yang bekerja. Seandainya orang munafik itu melakukan 10 upaya, maka semua upaya itu tidak ada yang bekerja mencapai tujuan sebagaimana diharapkan.

3. Upaya-upaya penipuan itu justru bekerja terbalik (berbalik) kepada diri mereka sendiri. 

Bila diilustrasikan, ini seumpama seseorang bertujuan mengganggu pengendara lalulintas, lalu ia membunyikan klakson keras-keras. Entah mengapa, ketika klakson itu diarahkan ke telinga orang-orang yang dituju, ternyata tidak berbunyi. Entah karena tiba-tiba rusak, atau karena sebab lain. Tetapi anehnya justru pelaku pembunyi klakson sendiri yang mendengar dengan jelas dan sendirinya terganggu oleh suara berisik tersebut.

Demikian sehingga menunjukkan bahwa semua upaya penipuan tersebut tidak hanya gagal, tetapi juga merugikan diri mereka sendiri.


Kata wa maa yasy'urun (وَمَا يَشْعُرُوْنَۗ)

Frase ini berarti "dan mereka tidak meyadari"

Kata ini (يَشْعُرُوْنَۗsebangun dengan kata "syair" dan "syiar", yang mana keduanya (bersyair dan bersyiar) dilakukan dengan penuh kesadaran, keteguhan dan pengetahuan. 

Tidak mungkin seseorang menggubah syair, kecuali dengan disertai pendalaman rasa, kesadaran  serta pengetahuan. Demikian pula syiar yang berarti mengumumkan / menyebarluaskan informasi. Itu hanya bisa dilakukan dengan kesadaran dan didasari oleh pengetahuan.

Maka dapat kita pahami di sini, bahwa orang-orang munafik itu:

1. Tidak sadar dan mengerti bahwa tipuannya gagal serta merugikan diri sendiri, sehingga mereka terus mengulangi perbuatannya.

2. Serupa dengan seorang yang melamun sambil melakukan suatu perbuatan, yang mana itu dilakukan tanpa kesadaran.

3. Karena upaya tidak dilandasi kesadaran yang penuh, maka merekapun luput dari melakukan evaluasi, sehingga mereka berboros menghabiskan waktu, tenaga dan resource yang berhaga secara percuma.


Dari ayat ini, kita belajar bahwa setiap usaha menipu agama Allah pasti akan gagal dan justru merugikan pelakunya sendiri. Oleh karena itu, kita harus senantiasa berada dalam barisan orang-orang beriman agar selalu dalam perlindungan-Nya


Demikian, semoga bermanfaat.


Ayat sebelumnya <===         ===> Ayat selanjutnya        = Daftar Isi =









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema...

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail As saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَا...

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan...

Follower

Cari Blog Ini