Perjalanan Akal Mengenal Tuhan
Pendahuluan
Akal adalah "kemampuan berfikir dengan benar".
Apakah setiap makhluk memiliki akal (al-aql) ?
Akal hanya dianugerahkan oleh Sang Pencipta, kepada "makhluk mukallaf". Di antara mereka adalah manusia dan jin.
Hewan tidak dianugerahi akal, itu sebabnya mereka tidak dapat berfikir benar. Di antara ciri kemampuan berfikir benar adalah: "mengenal sifat baik dan sifat buruk".
Seandainya ada seekor kambing -- karena suatu sebab-- ia berakal, dapat berfikir, mampu mengenal sifat baik dan buruk, maka seketika itu ia menjadi mukallaf, ia menerima kewajiban syariat, sesuai kemampuannya. Ini dibahas dalam beberapa kitab fiqih, seperti kitab Kasyifah Asy-Syaja, karya ulama Nusantara, Al-Allamah As-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani.
Bagaimana dengan "kecerdasan" binatang?
Beberapa hewan dianggap memiliki kecerdasan tinggi, seperti simpanse, lumba-lumba, gurita dan burung gagak.
Memang manusia menggunakan "otak" sebagai instrumen untuk berfikir.
Tapi sekali lagi, otak bukan akal. Ia hanya alat/media yang digunakan untuk berfikir.
Binatang memiliki otak, baik yang sifat dan kemampuannya sederhana hingga kompleks. Namun, otak bagi hewan digunakan oleh "kesadaran fisik". Sedangkan manusia yang memiliki kemampuan berfikir, selain mereka memiliki "kesadaran fisik (jawahir), juga memiliki "kesadaran akal".
Bagaimana kesadaran fisik manusia bekerja?
Mirip dengan kesadaran fisik pada hewan, kesadaran fisik pada manusia berbasis pada indera. Melihat dengan mata, berbicara dengan mulut, berjalan dengan kaki dan seterusnya.
Salah satu gerak fisik adalah respon refleks, di mana organ-organ fisik yang terhubung dengan jaringan saraf yang ada pada sumsum tulang belakang dan terhubung ke batang otak. Organ tersebut ketika menerima rangsangan cepat akan melakukan reaksi cepat, Ini bagian dari sistem kemampuan pertahanan diri (survival system).
Bagaimana dengan keampuan akal?
Akal mampu membuat 3 keputusan dasar:
- Wajib (واجب عقلاً). Di mana, akal pasti akan menafikan ketiadaannya.
- Mustahil (مستحيل عقلاً). Sesuatu yang menurut akal tidak mungkin terjadi.
- Ja'iz (جائز / ممكن عقلاً). Sesuatu yang menurut akal, boleh terjadi, boleh tidak terjadi.
Perjalanan Pertama
Akal mengenal keberadaan dan sifat-sifat.
Manusia dengan akalnya dapat mengenali "keberadaan" dirinya. Ia mengetahui bahwa ia ada, hidup dan dapat membuat keputusan. Ia juga mampu mengenali keberadaan makhluk lainnya di dalam alam semesta.
Pada titik ini, manusia dapat menyimpulkan bahwa alam semesta pasti ada.
Perjalanan Kedua
Akal manusia dapat mengetahui dengan pasti akan sifat keberadaanya, bahwa ia sebelumnya tidak ada. Seorang yang berusia 30 tahun akan menyimpulkan bahwa 50 tahun yang lalu ia tidak ada. Demikian pula ia mampu menyimpulkan bahwa seluruh isi alam semesta ini, sebelumnya tidak ada. Baik itu ayah ibunya, manusia lain, hewan, tumbuhan, matahari, bintang dst. Dahulu semua tidak ada.
Bahkan ia juga dapat menyimpulkan, bahwa keberadaan dirinya dan alam semesta ini tidak abadi. Ada saatnya mereka kembali tidak ada.
Pada titik ini, akal menyimpulkan bahwa sifat wujud makhluk memiliki permulaan.
Perjalanan Ketiga
Akal dapat mengenali, bahwa dirinya bersifat tersusun dari "keberadaan materi" lainya. Manusia tersusun dari organ. Organ tersusun dari sel, sel tersusun dari molekul, molekul tersusun dari atom, dan seterusnya.
Selain itu, keberadaan manusia juga membutuhkan keberadaan benda lainnya, baik benda hidup seperti tumbuhan, hewan dll, maupun benda mati seperti air, udara dst.
Tanpa keberadaan benda lainnya, maka manusia mustahil dapat wujud dan hidup.
Pada titik ini, akal menyimpulkan sifat makhluk, yang keberadaanya (wujudnya) bergantung pada keberadaan wujud lain, seperti waktu, materi, ruang dll.
Perjalanan Keempat : Paradoks keberadaan
Pada titik ini, akal manusia mengalami kebuntuan.
Bagaimana bisa makhluk jadi ada? Padahal sebelumnya tidak ada, dan setiap wujud makhluk butuh keberadaan makhluk lain untuk menopang wujudnya?
Kalau ada wujud makhluk pertama, maka pasti ia bukan yang pertama. Sebab setiap makhluk bersifat tersusun dan butuh keberadaan makhluk juga.
Perjalanan Kelima : Jalan keluar yang bersifat pasti
Akal menyimpulkan, bahwa pasti ada wujud pertama, dan ia pasti bukan makhluk.
Ia tidak boleh memiliki sifat makhluk. Karena jika ia memiliki sifat makhluk, maka pasti ia bukan yang pertama.
Wujud yang pertama haruslah tunggal, karena makhluk dan alam semesta memiliki sifat teratur.
Itulah Tuhan.
Inilah titik paling jauh akal menyimpulkan kepastian adanya Tuhan yang Maha Esa: "tasdiq bil aqli"
Pilihan akal
Pada titik ini, makhluk mukallaf -si pengguna akal- memiliki 3 pilihan:
1. Ia menutupi kesimpulan akalnya, lalu mengatakan : saya memilih tidak percaya adanya Tuhan
2. Setelah akal sampai pada kesimpulan adaya Tuhan, ia berhenti di titik ini.
3. Akal membenarkan adanya Tuhan, lalu si pengguna akal berhekendak untuk melanjutkan perjalanan : mengenal Tuhan.
Lalu, dengan apa ia melanjutkan perjalanan, sedangkan akal hanya mampu sampai pada titik ini?
Perjalanan selanjutnya, memerlukan kemampuan untuk "mengenal wahyu" dan "pembawa wahyu".
Itu hanya bisa dilakukan melalui: "Kesadaran Kalbu"
Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar
Silakan mengisi komentar