MENCINTAI DZURRIAH NABI ADALAH KEWAJIBAN DAN
INTI DOA NABI IBRAHIM AS.
Bismillahirrahmanirrahim.
Kewajiban terbagi dalam 2 macam :
1. Kewajiban yang ketika ditetapkan akan menjadi wajib bagi pihak
pertama dan menjadi tuntutan hak bagi pihak kedua. Kewajiban yang seperti ini
banyak sekali, bahkan meliputi hampir seluruh kewajiban, baik kewajiban agama
(berdasarkan syar’i) maupun kewajiban non agama (berdasarkan hukum negara).
Contoh dari kewajiban jenis ini misalnya,
kewajiban kepala rumah tangga terhadap keluarganya. Seorang kepala rumah tangga
wajib memberikan penghidupan kepada keluarganya. Pada saat yang sama, anggota keluarga
memiliki hak penghidupan dari kepala rumah tangga yang bersangkutan. Sedemikian
sehingga, seorang istri diperkenankan mengambil uang yang disimpan oleh
suaminya, tanpa sepengetahuan si suami, ketika suami tidak melaksanakan
kewajiban penghidupan yang layak. Dengan catatan dan garis bawah bahwa
pengambilan sepihak tersebut dalam konteks pemenuhan terhadap kelalaian kewajban
suami atas penghidupan keluarganya, baik istri, anak-anak dan anggota keluarga
lain yang berada dalam naungan penghidupan keluarga tersebut.
Ini pula sebabnya dalam kehidupan sosial dan
negara terdapat pengadilan dan hakim untuk menjamin pelaksanaan hak dari pihak
kedua atas adanya penetapan kewajiban pihak pertama.
2. Kewajiban yang ketika ditetapkan akan menjadi wajib bagi pihak
pertama, tapi tidak otomatis menjadi tuntutan hak bagi pihak kedua. Contoh dari
kewajiban seperti ini adalah kewajiban mencintai dan mengasihi keturunan Nabi
Muhammad SAW.
Setiap muslim wajib mencintai keturunan Nabi
SAW, berdasarkan nas Al Quran dan Hadits.
Mencintai keturunan (Dzuriah) Nabi SAW bahkan
sudah dinyatakan pada masa hidup Nabi Ibrahim AS. Perhatikan Doa Nabi Ibrahim
Khalilullah AS, dalam surah Ibrahim (14) Ayat 37 sbb :
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي
بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ
فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ
لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ (٣٧)
"Ya Tuhan Kami,
Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya
Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.
Ada 2 hal penting dari Ayat di atas yang kita garis bawahi :
1. Perhatikan kata “min dzuriyati” yang artinya “sebagian
dari keturunanku”. Mengapa disebutkan sebagian? Ini karena Nabi Ibrahim AS memiliki 2 putra
yaitu Nabi Ismail As dan Nabi Ishaq As. Yang ditempatkan di lembah tersebut bukan
semua putranya, namun hanya seorang, yaitu Nabi Ismail As.
2. Mengapa menggunakan kata “dzurriah” yang artinya keturunan, padahal yang ditinggal di tempat
itu adalah seorang istrinya (Ibunda Siti Hajar) bersama seorang putra sulungnya, Ismail As.
Mengapa tidak mengunakan kata “putraku” (ibn atau walad) ketika
merujuk Ismail As atau menggunakan kata sebagian dari “keluargaku” (ahli
atau ahli bait) ketika merujuk Ibunda Siti Hajar dan (nabi) Ismail AS sekaligus.
Jawabannya adalah karena Nabi Ibrahim AS meninggalkan keduanya bukan untuk
sementara waktu, namun “sudah direncanakan” untuk waku yang amat
panjang, sehingga Nabi Ismail beketurunan, beranak-pinak, turun-temurun.
Pernyataan ini
diperkuat lagi dengan penggunaan “أَسْكَنْتُ“ yang berarti aku menempatkan / menjadikan
tinggal / menetap. Di sinilah point penting, bahwa sebagian dari keturunan Nabi
Ibrahim AS (min dzuriyati) yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah keturunan
Nabi Ismail AS hingga Nabi Muhammad SAW dan sudah pasti meliputi keluarga Nabi
Muhammad SAW dan dzurriahnya.
Kemudian apa inti doa Nabi Ibrahim di atas.
Perhatikan susunan kalimat tersebut, bahwa sebelum meminta, Nabi Ibrahim As membuat kalimat pendahuluan, setelah itu baru diikuti kalimat permintaan.
Permintaan
dalam bahasa arab menggunakan “fi’il amar” atau kata kerja perintah. Perhatikan
bahwa bentuk perintah dalam ayat tersebut ada 2 yaitu “فَاجْعَلْ” (maka jadikanlah) dan “وَارْزُقْهُمْ” (dan berilah rezeki).
Jelas sekali bahwa inti doa terdapat dalam kata pertama yaitu “فَاجْعَلْ”.
Ketika doa didahului
oleh kalimat berita (pengantar) maka doa tersebut akan digandeng dengan kata “فَ” (maka jadikanlah).
sedangkan permintan kedua adalah bagian
integral dari permintaan pertama, ini ditandai dengan kata “و” (dan) berilah rezeki.
Jadi, inti doa Nabi Ibrahim AS pada ayat di
atas adalah permintaan kepada Allah agar menjadikan hati manusia (أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ) cenderung
kepada (تَهْوِي) kata lain dari mencintai, mengasihi dan menyayangi keturunan Nabi Ismail
AS dan sudah pasti berlaku hingga Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan
dzurriahnya. Karena Nabi kita, Nabi Muhammad SAW adalah keturunan dari Nabi Ibrahim
AS melalui Nabi Ismail AS.
Doa ini dikabulkan oleh Allah SWT.
Al-Alamah
Ibn Kathir rahimahullah dalam tafsirnya mengenai ayat ini menyatakan bahwa “telah
berkata Ibn Abas, Mujahid, Said ibn Jabir dan lain-lain bahwa sekiranya Nabi
Ibrahim mengucapkan kata “أَفْئِدَةً النَّاسِ” (hati manusia, tanpa
kata min / sebagian) maka yang akan mencitai mereka, meliputi bangsa persia, romawi,
yahudi, nasrani dan manusia seluruhnya. Akan tetapi beliau mengucapkan “أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ”
(sebagian manusia) sehingga berlaku hanya bagi kaum muslimin saja". Karena
beliau adalah Nabi, maka pemilihan kata tersebut adalah kehendak dan tuntunan
dari Allah SWT.
Muncul pertanyaan bagi kita. Sekiranya ada di
antara kaum muslimin yang hatinya tidak terdapat rasa kasih sayang / mengasihi
/ mencintai dzurriyah Nabi SAW, maka apakah ada yang salah terhadap pengabulan
Allah SWT atas doa Nabi Ibrahim AS ini.
Tentu jawaban kita sepakat “tidak demikian”.
Akan tetapi, persoalan tersebut justru terdapat
pada hati dan perasaan orang-orang yang bersangkutan, karena mereka belum
mengerti dan memahami.
Apabila mereka mengerti dan memahami, maka merekapun
akan termasuk dalam kelompok “مِنَ النَّاسِ“ dalam doa Nabi Ibrahim
AS.
Kepada Allah SWT segala urusan kita kembalikan.
Kepada Allah SWT segala urusan kita kembalikan.
Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar
Silakan mengisi komentar