Langsung ke konten utama

Sekelumit Tentang Kurban

Sekelumit Tentang Kurban


1. Kuban tidak sama dengan zakat / sedekah.
Zakat / sedekah tidak diperbolehkan buat yang mengeluarkan dan keluarganya, keduanya bahkan haram buat ahlul bait Nabi SAW. Zakat dan sedekah hanya halal buat 8 asnaf, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Taubah 60. Sedangkan daging kurban halal untuk mereka dan selain mereka.

2. Fokus kurban bukan hanya diutamakan yang paling banyak dagingnya. Tapi fokusnya pada hewan kurban yg bagus: sehat, cukup umur, tidak cacat dan gagah. Diutamakan yang jantan.

Kurban adalah wujud "taqarub ilallah" mendekatkan diri kepada Tuhan. Mendekatkan diri adalah wujud dari menempatkan Tuhan sebagai puncak cinta, sehingga dengannya makhluk rela mengorbankan yang dicintai selain-Nya, untuk Tuhan. Sifat-sifat kecintaan pada dunia adalah : 
- Yang disimpan
- Yang dipelihara
- Yang bagus, indah, cantik, keren
- Yang bernilai ekonomis tinggi
- Yang disayangi
- Yang dikonsumsi dengan nilai kelezatan yang tinggi
- Yang ia bangga karena memilikinya, dan lainnya

Keseluruhan unsur itu terwakili oleh hewan kurban. Sehingga ibadah kurban itu wujud dari "mengorbankan" kecintaan dunia, demi kecintaan pada Tuhan.

3. Hukumnya adalah sunnah muakkadah untuk orang yang mampu berkurban dan keluarganya. Sehingga jika salah seorang anggota keluarga sudah ada yang berkurban, maka itu sudah mencukupi.

Apabila hukumnya wajib, maka akan memberatkan bagi hamba-Nya yang kurang mampu. Sunnah muakkadah berarti tidak wajib, tetapi sungguh sangat ditekankan, bagi setiap orang yang memiliki keluasan dan kemampuan berkurban.


4. 1 Ekor kambing cukup untuk 1 orang beserta segenap keluarganya. Dengan demikian, 1 ekor sapi berlaku untuk 7 orang beserta segenap keluarga masing-masing.

Tidak dianjurkan bagi yang mampu untuk berbanyak-banyak memotong hewan kurban. Yang demikian bahkan bisa dikenai hukum makruh, karena berlebih-lebihan. Orang yang mampu, lalu berlomba-lomba berkuban dalam jumlah, justru akan menyebabkan akibat buruk berupa resiko kelangkaan hewan kurban untuk masa berikutnya. Juga resiko rusaknya harga pasar. 

Nabi Saw dalam sebuah riwayat berkurban 2 ekor kambing, dengan niat : 1 ekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, dan seekor lagi dengan niat untuk seluruh umatnya yang tidak berkurban.
Jadi, meskipun tidak dibatasi jumlah kurban, namun kaifiyah kecukupan kurban adalah tetap menjadi pedoman. Bila seseorang memiliki rezeki yang melimpah, akan lebih utama jika kelebihan hartanya diberikan sebagai sedekah, infak atau wakaf kepada yang membutuhkan.


5. Yang berkurban (mudhohi) dan keluarganya dianjurkan ikut menikmati, maksimal sebanyak 1/3 dari hasil kurban. Untuk fakir miskin minimal 1/3 dari hasil kurban, lebih dari itu tentu lebih baik.

Apa pelajaran yang dapat dipetik?
Meskipun manusia dituntut untuk menempatkan kecintaan pada Tuhan sebagai puncak cinta, namun Tuhan sendiri tetap menginginkan makhluk-Nya untuk tidak melupakan perhatian pada diri mereka dan keluarga masing-masing, serta kaum miskin yang membutuhkan.


6. Yang ditanggung oleh pekurban (mudhohi) meliputi seluruh aktivitas: memperoleh hewan kurban, memelihara, memotong hingga membagikan.

Kurban bukan soal berbagi "kekayaan", tapi "upaya" untuk mengorbankan kecintaan keduniaan, baik waktu, kesempatan, tenaga dan juga harta. Pada hari-hari itu, demi kecintaan pada Tuhan, ia berikan dan berbagi kegembiraan kepada sesama.

7. Boleh diwakilkan kepada orang lain atau panitia kurban, tapi pekurban tetap menanggung biaya-biaya tersebut. Tidak diperbolehkan mengambil bagian kurban sebagai biaya, meskipun hanya kulit dan tanduk.

Sekali lagi ini menggambarkan bahwa kurban bukan soal "harta dan kekayaan". Tetapi lebih pada "upaya".

8. Apabila petugas potong mendapatkan kulit, diperbolehkan jika itu bukan pengganti biaya, tetapi semata-mata berupa pembagian kurban
Jadi penting perbaiki akad dengan petugas potong.

9. Diberikan dalam bentuk mentah. Bagi fakir miskin yg menerima, boleh menjualnya, boleh pula memberikan kepada orang lain.

10. Selain fakir miskin, pihak lain boleh ikut menerima daging kurban, seperti sanak famili dan tetangga meskipun mereka orang kaya, asal tidak mengurangi hak fakir miskin yg 1/3 tersebut.

11. Panitia kurban tidak boleh mengambil jatah daging secara otomatis, karena tidak ada jatah kurban otomatis, sebagaimana amil zakat. 

Yang diperbolehkan adalah meminta izin dari pekurban, dengan jumlah sekedarnya, tidak melebihi  1/3, apalagi mengurangi jatah 1/3 untuk fakir miskin. (Ngambil sepertiga juga kebangetan :))

Wallahu a'lam 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan

Usia Nabi Ismail AS ketika peristiwa penyembelihan

Usia Nabi Ismail Saat Peristiwa Penyembelihan Oleh : Almar Yahya Cukup banyak pendapat yang menyatakan bahwa usia Nabi Ismail saat peristiwa penyembelihan pada kisaran 6-7 tahun. Penuturan kisah ini senantiasa diulang sepanjang masa karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban setiap bulan Dzul Hijjah. Dari kisah ini dapat digali banyak sekali hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia baik aspek pendidikan, kemanusiaan, filsafat, spiritual dan lain sebagainya. Namun, apakah benar kisaran usia tersebut?  Kami berpendapat bahwa ketika itu usia (nabi) Ismail As telah sampai pada usia baligh (mencapai kisaran usia 14-15 tahun) dan masuk pada fase ke-3 masa pendidikan anak ( 15 - 21). Kita akan sedikit menggali dari kisah yang disampaikan Allah SWT dalam Alquran, surat Asshofat. Mari kita perhatikan surat Asshofat ayat 102 sbb : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَر

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Follower

Cari Blog Ini