Langsung ke konten utama

Dzuriyat Nabi adalah Ahlil Bait, Bolehkah Membenci ?

*Tulisan ini berdasarkan pemahaman mayoritas ulama ahlussunnah wal jamaah.



Kami heran, dengan sebagian kecil kaum muslimin yg membenci sebagian dzuriyat Nabi dengan alasan "terdapat perilaku yg kurang baik".


Berbagai alasan dikemukakan untuk membenarkan sikap keliru tersebut.

Seolah-olah, dzuriyat yang berperilaku buruk bukan dzuriyat Nabi, bukan ahlulbait.

Ketahuilah, bahwa semua istri Nabi dan semua dzuriyat Nabi yang bersambung nasab dengan Nabi Saw adalah termasuk ahlulbait Nabi Saw.

Ketahuilah bahwa, bahkan perbuatan maksiat tidak memutus nasab dan tidak mengeluarkan yang bersangkutan dari ahlulbait.

Sesungguhnya, nasab hanya terputus oleh kafir dan murtad.

Ketahuilah, bahwa kepada ahlulbait Nabi Saw terdapat kewajiban yang dibebankan atas setiap muslim, yaitu kewajiban untuk mencintai mereka.

Ketahuliah, bahwa kewajiban ini juga berlaku pada tiap-tiap ahlul bait,
Demikian pula mereka juga punya kewajiban untuk mencintai kaum musilimin selain ahlul bait, sebagai saudara sesama muslim.

Ketahuilah, bahwa kewajiban mencintai ahlul bait ini tidak hilang, meskipun terdapat di antara mereka yang masih berbuat maksiat.

Apakah kita akan mengikuti kelompok-kelompok yang memilah-milih satu-dua kewajiban untuk diambil, lalu membuang sisanya?

Apakah kita akan mengikuti Yahudi, yang memilah-milah para nabi, lalu hanya mengakui para nabi yang mereka sukai dan membuang sisanya? Bahkan, lalu membenci, mengutuk dan membunuh mereka?

Apakah kita akan mengikuti sekelompok dari syiah rafidhah, yang hanya mengakui Sayyidah Khadijah Ra sbg ahlulbait dan tidak mengakui istri-istri Nabi Saw selainnya, lalu membenci dan mencaci mereka?

Apakah kita menuduh Allah SWT tidak adil karena memberikan beban taklif seperti itu?

Ketahuilah bahwa, adalah fitrah kehidupan, Allah SWT melebihkan dengan keistimewaan pada sebagian makhluk di atas sebagian yang lain. Juga, atas setiap adanya keistimewaan, maka terdapat pula padanya tanggung jawab yang lebih besar, yang sebanding dengan besarnya keistimewaan itu.

Bukankah Allah SWT mengistimewakan golongan manusia di atas golongan jin? Tetapi di saat yang sama Allah letakkan tanggung jawab yang lebih besar pada golongan manusia.

Allah SWT memuliakan para nabi As dan melebihkan sebagian mereka di atas nabi-nabi yang lain.

Demikian pula Allah SWT berikan keistimewaan pada ahlulbait.

Di antara keistimewaan ahlulbait adalah, Allah berikan 2x lipat pahala atas setiap perbuatan baik yang mereka kerjakan.

Keistimewaan ini melekat pada tiap mereka, meskipun mereka juga masih berbuat maksiat.

Ini membuat mereka tidak terkejar dalam kebaikan.

Tapi, Tuhan yang maha adil juga, memberikan pula tanggung jawab: Allah SWT memberikan beban dosa 2x lipat atas setiap kedurhakaan yang mereka perbuat.

Bagi kaum muslimin pada umumnya, cukuplah 1 istighfar untuk menghapuskan 1 perbuatan dosa.

Tapi bagi tiap ahlulbait, 1 istighfar tidaklah cukup untuk menghapusnya.

Apakah kita tidak puas dengan keadilan Allah SWT yang demikian?

Tidakkah itu cukup?

Apabila terdapat perkataan, perbuatan atau cara-cara dari mereka yang tidak engkau sukai atau berlainan dengan dirimu,

Tahanlah hati, pikiran, lidah, dan tanganmu dari "kebencian" pada mereka.

Sesungguhnya cintamu pada mereka akan berbuah manis dan bermanfaat bagimu.

Demikian pula kebencianmu, walaupun hanya pada satu orang di antara mereka, dapat mencelakakanmu.

Sebagaimana disampaikan lisan suci Kekasih-Allah Saw.

Sesungguhnya dzuriyat Nabi, mereka adalah manusia biasa yang bisa berbuat baik dan bisa pula berbuat buruk.

Mereka tidak maksum sebagaimana para nabi As.

Kalau sebagian kita bergembira atas kejatuhan, ketergelinciran, kesalahan atau keburukan yang mereka perbuat, maka ketahuilah, bahwa para arif billah bersedih terhadap itu. Melebihi sedihnya jika menyaksikan anaknya sendiri atau keluarganya terjatuh, tergelincir dan berbuat salah atau keburukan.

Maukah kami sampaikan satu rahasia, sir min asrar, yang agung?

Di manakah letak "keistimewaan umat Muhammad Saw"?

Hingga para nabi As terdahulu iri dan berharap bisa turut bergabung di dalamnya?

Ramadhan memang istimewa. Haji dan Al-Haram memang  istimewa. Sholat memang istimewa. 'ied dan Jum'at memang istimewa. Demikian pula dengan obyek dan amal istimewa lainnya.

Tapi, tahukah apa yang paling istimewa yang diberikan pada umat Muhammad Saw?

Itu adalah ahlulbait Nabi Saw.
Nabi telah meninggalkan kita, demikian pula para sahabat, ummahatul mu'minin, para tabi'in, para salaf dan seterusnya.

Tapi dzuriyat Nabi, sebagai ahlulbait Nabi SAW tetap ada, tinggal bersama dengan umat Muhammad Saw, bersama dengan Al-Qur'an, hingga akhir zaman.

Pada diri mereka terdapat peninggalan Nabi Saw.

Pada kecintaan mereka terdapat buah manis dan manfaat yang besar, baik di dunia maupun di akhirat. 

Lisan suci nabi mengucapnya, bahwa mencintai mereka akan menggembirakan hati Nabi Saw. 

Sebaliknya, menyakiti mereka akan menyakiti hati Nabi Saw.

Tahukah, bahwa sholawat kepada Nabi Saw tidak membutuhkan syarat khusus berupa wudhu, penyucian, pakaian dan lain sebagiannya?

Sholawat hanya memerlukan 1 syarat: keridhoan Nabi Saw.
Dan itu diletakkan pada kecintaan pada ahlulbait.

Apakah yang demikian terang benderang ini masih kurang jelas?

Ketahuilah, betapapun banyaknya engkau bersholawat, maka akan terhalang, bila masih terdapat bersamanya kebencian pada ahlulbait Nabi Saw, meskipun hanya satu orang saja dari mereka.

Demikian pula halnya sifat syafaat Nabi SAW, baik di dunia maupun di akhirat.

Tidak mungkin syafaat Nabi SAW bercampur dg kebencian pada ahlulbait dan para sahabat Nabi Saw.

Bila engkau membenci, maka batasilah bencimu pada "perbuatan" mereka yang tercela saja, jangan orangnya.

Datangi mereka, nasihatilah dengan cinta dan kasih sayang, seperti Engkau menasehati anakmu sendiri ketika mereka berbuat keburukan.

Bila engkau tidak suka pada orangnya, tahanlah pikiran, lisan dan perbuatanmu.

(وعسى أن تكرهو شيئا وهو خير لكم)

"Boleh jadi engkau tidak suka pada sesuatu, padahal padanya terdapat kebaikan bagi kalian (yang tidak kalian ketahui)".

(فعسى أن تكرهو شيئا ويجعل الله فيه خيرا كثيرا)

"Boleh jadi engkau tidak suka pada sesuatu, padahal di dalamnya Allah SWT jadikan suatu kebaikan yang amat banyak".


Semoga bermanfaat.


Wallahu a'lam.

Komentar

  1. Masyaallah, semoga Allah menjaga hati kita dari segala kebencian.

    BalasHapus
  2. Semoga kita termasuk orang-orang yg mencintai ahlul bait Rasulullah

    BalasHapus
  3. Ya Allah,Syukron atas ilmu nya

    BalasHapus

Posting Komentar

Silakan mengisi komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan...

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema...

Perbedaan Husna dan Ihsan

Apa Perbedaan "Husna" dan "Ihsan" Husna Secara bahasa, " husna " adalah kata benda bentukan dari kata kerja intransitif ¹) " hasuna " (َحَسُن) yang berarti "berbuat baik". Pelakunya ( fa-'il ) adalah " hasan " (حَسَنٌ). Oleh karena itu, secara bahasa, " husna " itu wujud pekerjaan baik, karena sifat subyeknya memang sudah baik sejak mula. Apa yang bisa kita pahami dari rumus bahasa ini? Orang yg baik ( hasan ) maka "lazimnya" perbuatannya akan baik ( husna ) Sebaliknya, orang yang asalnya sudah buruk tidak bisa menghasilkan perbuatan baik. Jika ia berbuat "tampak" baik, maka sifat baiknya itu semu. Sehingga disyaratkan ia harus terlebih dahulu memperbaiki dirinya. Setelah sifat buruknya berubah menjadi baik, baru ia bisa menghasilkan output berupa pekerjaan baik. Demikian kita sebagai manusia, terikat oleh hukum ini. Tidaklah mungkin kita berharap outpun amal kita tergolong amal shalih, bila ...

Follower

Cari Blog Ini