Langsung ke konten utama

Apa Perbedaan Akhlak dan Adab?

Siapakah orang yang tidak berakhlak ?

Mampukah kita menjawab itu?, Apa Kriterianya?

------------

Sebagian kita ada yang bertanya tanya, apa itu akhlak dan apa itu adab?.


Di antaranya ada yang menganggap bahwa akhlak dan adab adalah sama saja, hanya berbeda istilah.

Sebagian lagi menganggap bahwa keduanya adalah tingkatan, di mana adab lebih tinggi daripada akhlak.

Ada pula yang beranggapan bahwa adab hanya pemanis saja terhadap hubungan antar manusia, namun tidak ada kaitannya dengan akhlak.

Mereka beranggapan bahwa adab tidak terkait dengan amal, hukum dan kewajiban manusia. Sehingga menganggap adab tidak dihukumi pahala atau dosa.

Kami akan coba telaah pembahasan ini melalui sebuah hadits Nabi SAW berikut:

إنما بعثت لأتمٌم مكارم الاخلاق...
Sesungguhnya, (tujuan) aku diutus, adalah (hanya) untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq.
(HR. Bukhari, al-Hakim, Ahmad).

Mari kita lihat satu demi satu.


A. AKHLAK

Akhlak adalah pemenuhan kewajiban manusia, di mana pokok akhlaq meliputi 3 aspek, yaitu:
1. Akhlaq kepada Tuhan.
2. Akhlaq kepada manusia.
3. Akhlaq kepada alam semesta.

3 aspek di atas adalah bersifat pokok, di mana hal yang lain merupakan bagian / turunan darinya.

Misalnya, akhlak kepada Nabi SAW dan Al-Quran adalah bagian dari akhlak kepada Tuhan.

Akhlak kepada orang tua, tetangga, tamu dan lainnya merupakan bagian dari akhlak kepada manusia.

Demikian pula, kewajiban menjaga binatang, tumbuhan, air, udara dan makhluk Allah SWT yang lain adalah bagian dari akhlak kepada alam semesta.


Dari hadits di atas, kata (لأتمٌم) menjelaskan hal ini. Di mana kata tersebut memiliki makna dasar: sempurna, penuh dan lengkap.

Tidaklah seseorang dikatakan berakhlak sesuai akhlak yang diajarkan agama Islam, kecuali jika ia memenuhi semua 3 aspek di atas.

Ada sementara perkataan yang menyatakan bahwa orang-orang barat nonmuslim lebih berakhlak daripada kaum muslimin. Hal ini karena mereka berkhidmat pada manusia dan sesama, juga berbuat baik pada alam semesta (seolah-olah) lebih baik daripada kaum muslimin.

Pernyataan tersebut terdapat ambigu 
di dalamnya.

Ketahuilah, bahwa dalam Islam, ukuran akhlak sebagaimana di atas tidaklah lengkap dan memenuhi, sehingga seseorang juga mesti berakhlak kepada Tuhan.

Bahkan, akhlak kepada Tuhan adalah pokok akhlak yang paling dasar, sehingga seluruh aspek akhlak lainnya menjadi gugur dan tidak berguna bila tidak didasari dengan akhlak kepada Allah SWT.

Rincian mengenai akhlak kepada masing-masing aspek, memerlukan pembahasan tersendiri, karena memerlukan uraian yang cukup panjang.

Misalnya, akhlak kepada Allah SWT harus memenuhi apa saja, demikian pula akhlak kepada 2 aspek yang lain.


B. ADAB

Adab adalah cara melaksanakan akhlak.


Orang Barat mengartikan adab dengan "etiquet" dan orang Jawa mengartikannya dengan "unggah ungguh atau tata krama".

Dalam Islam lebih dari itu, karena adab amat terkait dengan akhlak.

Adab bertingkat-tingkat.
Bahkan adab memberi nilai pada akhlak.

Adab bisa bernilai positif 1, 2, 10 dan seterusnya hingga tidak terhingga. Adab yanga mulia (karimah) adalah adab yang bernilai tinggi.

Adab juga bisa bernilai nol atau negatif. Ini adalah kriteria adab yang buruk (madhmumah).

Dengan kata lain, adab adalah multiplier (faktor pengali) bagi akhlak.

Bisa jadi terdapat dua orang melaksanakan akhlak yang sama, tetapi yang seorang mendapat keridhoan dan pahala yang amat besar jauh lebih besar dari orang yang lain. Ini disebabkan oleh adab yang berbeda. Di mana orang tersebut memilih cara-cara yang lebih mulia.

Dari hadits di atas, kata (مكارم) menjelaskan hal ini. Makarimal akhlak berarti : akhlak yang disertai adab yang mulia.

Ada pula seorang beramal dengan amal yang "besar", namun ternyata seluruh amalnya nihil, tidak bersisa, bahkan bisa jadi malah menyisakan dosa bagi dirinya.

Sebab berapapun nilai, bila dikalikan dengan nol, maka hasilnya adalah nol. Demikian pula, nilai berapapun bila dikalikan dengan angka negatif, maka hasilnya juga akan negatif.

Hal semacam ini sering disebut dalam Al-Qur'an dan Al-Sunah. 
Seperti contoh, ketika seorang bersedekah (akhlak) diikuti dengan menyakiti perasaan orang yang menerima sedekah (adab negatif), maka seluruh pahala amalnya habis begitu saja.

Ada pula kisah-kisah lain yang menceritakan seorang yang masuk surga karena amal yang dianggap sepele. Namun karena dikerjakan dengan adab yang amat mulia, perbuatan tersebut dinilai agung oleh Allah SWT sehingga layak mengantarkan orang tersebut masuk ke dalam surga.


Contoh Akhlak dan adab kepada al-Quran

Al-Quran adalah kalamullah, petunjuk dan bimbingan bagi manusia. Kita juga dituntut untuk memenuhi akhlak dan adab kepada Al-Quran.


Akhlak kepada al-Quran meliputi:
Membaca, mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan kepada orang lain.

Sedangkan adab kepada al-Quran meliputi:
1. Berwudhu sebelum menyentuh Al-Qur'an.
2. Mendahulukan tangan kanan dari tangan kiri ketika mengambilnya.
3. Menghadap kiblat
4. Tartil ketika membaca, dengan memenuhi tajwid dan tahsin.
5. Tidak terburu-buru dalam membaca dan mempelajari.
Dan seterusnya.


Nabi Muhammad SAW adalah makhluk yang paling berakhlak dan beradab sekaligus.

Allah SWT memuji beliau dalam Al-Quran (..إنك لعلى خلق عظيم) "sesungguhnya engkau berada di atas akhlak yang agung".

Dalam sebuah hadits, Beliau SAW bersabda (أدبني ربي بأحسن تأديب) "Tuhanku mengajarkan adab kepadaku dengan sebaik-baik adab".

Kembali pada pertanyaan di awal tulisan: "Siapakah orang yang tidak berakhlak"?

Secara sederhana, orang yang tidak beraklak adalah:
- orang yang tidak memenuhi kewajibannya, atau
- orang yang melaksanakan kewajiban tapi disertai dengan adab yang buruk.


Demikian sekelumit tentang akhlak dan adab, semoga bermanfaat bagi kita dan dapat menuntun kita dalam pengamalan kehidupan sehari-hari, amin


Wallahu a'lam 


Note : Lebih jauh tentang akhlak dan adab, silakan baca di sini




Sumber gambar : http://rajamenyok.blogspot.com/2013/04/terkikisnya-budaya-tata-krama.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN KATA GANTI ANTUNNA MENJADI ANTUM PADA AYAT TATHHIR AL-AHZAB 33:33, LALU, SIAPA SAJA AHLULBAIT?

Bismillahirrahmanirrahim, Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa ayat Tathhir,  Al-Ahzab 33:33 bukan berisi ketetapan Allah yang bersifat tanpa syarat, namun berisi keinginan Allah SWT ( iradatullah ) yang bersyarat. Bagi yang belum membaca, dapat dibaca di sini . Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perubahan dhamir (kata ganti) " antunna " ( أنتن ) menjadi " antum " ( أنتم ) dalam ayat tersebut. PENDAHULUAN Dalam bahasa Arab, kata ganti " antunna " ( أنتن ) berarti "kamu" atau "kalian", digunakan untuk orang kedua, plural (jamak) dan feminim (wanita). Jamak berarti orang tersebut terdiri dari 3 orang atau lebih. Orang kedua berarti "kamu" atau "kalian", yaitu orang yang diajak bicara ( mukhatab ). Sedangkan kata ganti " antum " ( أنتم ) digunakan untuk orang kedua jamak, yang terdiri dari hanya laki-laki, atau campuran laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an sangat teliti dalam penggunaan

Al-Ahzab 33:40; Apakah Maksudnya Nasab Nabi Muhammad SAW Telah Terputus?

Bismillahirrahmanirrahim, Sebagian kaum muslimin ada yang bertanya-tanya, apakah Nabi Saw tidak memiliki anak keturunan yang bersambung nasab kepada beliau. Dengan kata lain, apakah nasab Nabi Saw telah terputus? Hal ini menurut sebagian dugaan mereka berdasarkan nash, surah Al-Ahzab 33:40. Benarkah demikian? Mari bersama-sama kita lihat surat tersebut. Al-Ahzab 33:40 مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا "(Nabi) Muhammad bukanlah ayah dari seorang (lelaki) manapun di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" . Pada ayat di atas, penggunaan redaksi "tidak seorang lelaki pun dari kalian" ( مِّن رِّجَالِكُمْ ), menunjukkan penolakan dari Allah SWT, bahwasanya tidak ada seorang lelaki manapun yang merupakan anak yang bersambung nasab kepada Nabi Saw, demikian dugaan tersebut. Benarkah demikian? Mema

Pujian Rasulullah SAW pada Abu Bakar RA dan Ali RA

 Sabda Nabi SAW: "لا يعرف الفضل لأهل الفضل إلاّ ذوو الفضل" "Tidaklah mengetahui keutamaan yang dimiliki oleh orang yang utama, kecuali dia juga seorang yang memiliki keutamaan ". Kalimat di atas diucapkan oleh Rasulullah SAW pada suatu hari, ditujukan pada dua orang sekaligus. Bagaimana ceritanya? Pada suatu hari, Rasulullah SAW berada di masjid beliau yang penuh sesak oleh para sahabat. Mereka semua berupaya mendekat pada Nabi SAW yang sedang menyampaikan risalah agama. Di samping Rasulullah SAW adalah Abu Bakar Ra . Dalam keadaan demikian, datanglah Ali bin Abu Thalib Kw  memasuki masjid dan berupaya mencari tempat kosong untuk duduk dan bergabung mendengar dari Rasulullah Saw. Melihat itu, Abu Bakar Ra bergeser sedikit demi sedikit menjauhi Nabi, membuat ruang kosong antara beliau dengan Nabi Saw, lalu mengangkat tangannya memberi isyarat kepada Ali Kw, supaya duduk di antara Rasulullah Saw dan dirinya. Melihat itu, Rasulullah tersenyum senang dan mengucapkan ka

Follower

Cari Blog Ini